Do more than belong: participate. Do more than care:
help. Do more than believe: practice. Do more than be fair: be kind. Do more
than forgive: forget. Do more than dream: work.
~ William Arthur Ward
~ William Arthur Ward
Tampak keceriaan sejumlah anak yang
tinggal di sebuah rumah berlantai 2 berlokasi di Jalan Anggrek Neli Murni A110
Slipi. Rumah ini layaknya seperti rumah biasa, tapi ketika kita masuk
kedalamnya kita akan menemukan anak-anak yang sedang berlari kesana kemari, berteriak,
bernyanyi, seperti layaknya anak normal, tidak ada kesedihan sedikitpun tampak
di raut wajah mereka. Kalau kita cermati secara seksama, terlihat gambaran
fisik yang berbeda dari anak pada umumnya. Ada yang terlihat tak sempurna
secara fisik dan ada yang terlihat seperti tak ada masalah. Dibalik keceriaan,
terbersit adanya penderitaan fisik yang dirasakan dan bahkan mungkin tak
satupun yang akan bisa menebak seberapa lama mereka kan bertahan dengan
penyakitnya. Keceriaan tersebut sangat mengharukan dan juga memberi inspirasi.
Anak-anak yang hanya “satu centimeter” dari kematian, tetap bisa ceria. Orang
tua yang tadinya sedih, lambat laun merasakan tumbuhnya rasa pasrah dan menatap
masa depan anak mereka dengan ceria. Sementara di belantara lain Jakarta,
banyak orang “cemberut” dengan kemewahannya.
Rumah yang ramai dengan keceriaan
anak ini lebih dikenal sebagai Rumah
Anyo, dimana didalamnya tertampung secara rutin bergantian tidak kurang dari 20
lebih anak-anak penderita kanker yang sedang menjalani pengobatan di RS Kanker
Dharmais dan 1 orang anggota keluarga pendamping setiap pasiennya. Umumnya
pasien ini adalah anak-anak yang karena ketidakmampuan keluarga untuk
menanggung pengobatan, kebanyakan dari
mereka terpaksa harus dipasrahkan menjalani penderitaan dan tinggal dirumah
mereka yang umumnya jauh dari jangkauan layanan petugas kesehatan. Rumah Anyo
adalah rumah singgah bagi mereka yang secara ekonomi masih membutuhkan bantuan
untuk pengobatan. Rumah yang diisi silih berganti oleh anak-anak yang menderita
kanker, baik itu kanker mata, kanker darah, kanker yang juga menyerang
organ-organ tubuh lain. Tentunya penghuninya ada yang berhasil sembuh dan juga
ada yang tak tertolong nyawanya.
Rumah ini tumbuh karena kepedulian.
Kepedulian terhadap anak-anak penderita kanker yang pada umumnya berasal dari
keluarga yg kurang mampu secara ekonomi, dan berasal dari seluruh Nusantara. Kebanyakan dari mereka tak sanggup melakukan
perawatan di Rumah sakit di daerahnya oleh sebab tidak memiliki kemampuan ekonomi
dan juga karena rumah sakit daerah tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk
merawat anak-anak ini. Walau mereka sudah berobat di rumah sakit kanker
terdekat, namun banyakan dari mereka tak tertampung di rumah sakit kanker terdekat tersebut.
Tak satupun para sukarelawan di
rumah ini dibayar, semuanya dilakukan secara sukarela, sesuai dengan kemampuan
masing-masing, ada yang mengabdikan dirinya melalui sumbangan uang dan natura,
dan ada yang membantu dalam aktivitas rutin sehari-hari, seperti menemani
bermain, hingga menjadi guru dadakan belajar membaca, berhitung bahkan menemani
bernyanyi, menggambar dan bercerita. Semua dilakukan karena adanya kepedulian
terhadap masa depan dari anak-anak penderita kanker tersebut. Karena
pengetahuan yang dimiliki dari pembelajaran bahwa kanker pada usia dini lebih
mudah diobati, para sukarelawan ini merasa penting berbuat dengan segera
sebelum anak-anak tumbuh dan lebih menderita.
Apa sih yang ada di Rumah Anyo ini?
Sama seperti layaknya rumah, tentunya ada ruang tidur, ruang makan, ruang
beranda bermain bagi anak-anak, dapur dan tempat mencuci pakaian. Rumah ini
sengaja di setting untuk membangun
kebersamaan antara anak-anak penderita dan juga keluarga yang merasa senasib
dan sepenanggungan. Orang tua memanfaatkan kesempatan untuk saling curhat dan
berkeluh kesah. Dan bahkan mereka kadangkala sangat terhibur karena banyak
sukarelawan yang sangat berempati dan berkunjung ke tempat ini. Sukarelawan
yang tidak terbatas akan gender, usia, pekerjaan, agama, latar belakang ekonomi
dan profesi, maupun batasan-batasan lainnya.
Tidak seperti layaknya bangsal dan
kamar pasien di rumah sakit, tempat ini berusaha memberikan suasana “rumah”
bagi pasien dan keluarganya. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh rumah Anyo,
untuk tetap membangun spirit sembuh bagi pasiennya yang tinggal disana. Dari
kegiatan yang bersifat menghibur hingga kegiatan yang terkait pengobatan. Selain
ada sesi untuk anak, ada juga sesi-sesi pembelajaran bagi orang tuanya dan juga
sesi-sesi counseling sehingga membantu memperkuat mental orang tua dalam
menghadapi kesedihan mereka.
Setiap anak yang sakit, bisa
ditemani oleh salah satu orang tuanya, dan orang tua diharapkan kontribusi
sukarelanya hanya 5.000,- per hari, untuk menjaga spirit agar selalu berusaha, dan
sama-sama memikul tanggung jawab. Tentunya biaya ini tak sebanding dengan biaya
operasional sehari-hari yang ditanggung yayasan ini. Seperti layaknya rumah,
semua kegiatan baik itu memasak dan mencuci dilakukan secara kolektif oleh para
ibu yang sedang mendampingi anaknya tersebut. Tanpa dikomando, mereka sudah
menjalankan peran mereka masing-masing saling bantu satu sama lain, tidak
terkotak-kotak oleh karena perbedaan SARA. Mereka saling bahu membahu,
membersihkan tempat tidur, mengepel lantai, mencuci baju dan piring hingga
memasak.
Para sukarelawan dan sosiawan rajin
mengunjungi rumah ini, ada atau tidaknya pasien anak pada saat itu. Semua
datang dengan penuh ketulusan, baik secara pribadi maupun mewakili institusi
perusahaan maupun kelompok-kelompok social. Mereka umumnya terketuk karena
merasa bahwa Kepedulian ini tentunya merupakan barang langka ditengah kehidupan
individual yang hedonis, dimana setiap individu hanya berusaha menambah
kepemilikan modal tanpa keinginan menguranginya apalagi membaginya dengan pihak
lain.
Para sukarelawan mendobrak tradisi
kepedulian yang telah lama mendekati kepunahan di bumi Indonesia ini. Andaikata
semakin banyak sukarelawan yang peduli di Indonesia, tentunya hal ini akan
membantu meringankan penderitaan pasien-pasien tersebut. Banyak sebenernya
orang yang mampu ingin berbagi, namun banyak dari mereka karena kesibukannya
tidak mengetahui lembaga-lembaga mana yang tepat untuk menjadi tempat bagi
donasi mereka. Oleh karena itu disetiap lembaga atau yayasan perlu rasanya sedikit
“menjual” diri mereka sehingga para dermawan mengetahui secara mendalam
program-program yang mereka jalankan.
Selama
ini banyak terjadi kesalahkaprahan ketika melihat susahnya lembaga-lembaga ini
mengetuk hati dermawan untuk menyumbangkan sedikit dana mereka. Kebanyakan dari
mereka datang untuk meminta sumbangan. Tentunya hal ini tidak mudah mendapat
kepercayaan karena praduga rawan penyelewengan. Tidak bisa dipungkiri banyak
yayasan yang cenderung gurem, dan bahkan banyak kita temui peminta-minta yang
berkedok sukarelawan mewakili yayasan tertentu di setiap perhentian lampu lalu
lintas. Kondisi ini menyebabkan ketidakpercayaan dari para dermawan. Menyadari
hal itu, pengurus rumah Anyo, mencoba mengajak para dermawan untuk melihat
langsung kondisi rumah anyo. Mereka ingin mengajak terlibat, dan tidak sekedar
hanya meminta sumbangan, tetapi memberikan ruang bagi para dermawan untuk
terjun langsung dan terlibat secara
lebih dalam. Apapun bantuan diterima, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Dengan
pelibatan ini tentunya memberikan warna tersendiri bagi para dermawan. Kepedulian
yang muncul, ditumbuhkan bukan karena
hasil “cuap-cuap” pengurusnya, tetapi karena hasil melihat realita yang ada.
Andaikata spirit ini bisa ditumbuhkan untuk kepedulian para pasien anak untuk
penyakit lainnya seperti penderita thalasemia, autis, penderita gangguan
mental, penyakit ayan, tuna bawaan, penderita jantung, anemia anak, gangguan
ginjal, polio dan kelumpuhan dan penyakit2 lainnya, maka tentunya penderitaan
anak bangsa akan sedikit terobati. Kita butuh banyak Rumah Anyo- Rumah Anyo
lainnya. Kita butuh banyak sukarelawan untuk membantu anak bangsa melalui
penderitaanya dan menggapai kebahagiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar