Sabtu, 16 Juni 2012

Buatlah Monumen......


Ketika kita membaca sebuah brosur perjalanan wisata, kita selalu ditunjukkan beberapa gambar menarik mengenai tempat bersejarah, pemandangan alam, gedung , monumen dan pusat-pusat pengembangan kebudayaan serta beberapa destinasi kuliner yang tidak boleh dilewati oleh siapapun yang berkunjung ke tempat tersebut. Kesemuanya kadangkala membuat kita berdecak kagum walaupun hanya melihat dalam foto yang ada dalam selembar brosur, yang kadangkala belum tentu juga menggambarkan kondisi nyatanya. Terlepas dari itu, gambar dalam brosur ini berusaha  meyakinkan kita bahwa ada sesuatu yang harus dilihat secara langsung dan bukan hanya angan-angan semata. Sesuatu yang mendorong siapapun yg memiliki kemampuan ekonomi untuk menyisakan sedikit dananya baik dengan menabung maupun menyediakan dana  secara langsung  untuk tujuan tersebut. 
 
Brosur adalah media efektif sederhana untuk memberikan gambaran tentang sesuatu hal dengan tujuan agar pembacanya lebih tertarik untuk mendalaminya. Tapi dibalik gambar-gambar dalam brosur tersebut tentunya akan banyak cerita terkemas. Banyak narasi diciptakan dan kadangkala berbagai versi muncul.  Visualisasi dari object yang ditampilkan kadangkala membuat kita terpukau dan kadangkala lupa akan hadirnya balutan kesejarahan dibalik lembaran foto yang ada. Sebuah bangunan, pemandangan alam, monumen, dan resep-resep kuliner yang tertuang dalam brosur semuanya adalah mahakarya dunia baik diciptakan oleh Tuhan maupun manusia. Jadi apakah yang dijual oleh sebuah brosur wisata? Sejatinya brosur wisata menjual sebuah mahakarya monumental.

Setiap saat dalam perjalanan kehidupan, kita selalu menemukan banyak hal yang  bersifat monumental. Bahkan dari sejak lahir pun kita disuasanakan pada situasi yang bersifat monumental tersebut. Begitu bahagianya seorang ibu ketika melahirkan anaknya, begitu bahagianya para orang tua yang memiliki putra dan putri yang cenderung sempurna, begitu sedihnya mereka bila melihat putra dan putrinya tumbuh dengan ketidaksempurnaan, walaupun banyak yang sudah mulai menyadari bahwa ketidaksempurnaan juga merupakan Anugrah Tuhan. Anugrah terindah ketika mengetahui anaknya tumbuh dengan baik dan diberi kesehatan dan kesejahteraan. Orang tua tentunya menginginkan apa yang dilahirkannya juga merupakan sebuah monumen kehidupan yang dikenang banyak orang karena hal-hal baik didalamnya. Tapi apa yang terjadi, banyak juga kebalikannya. Banyak anak yang tumbuh tanpa akhlak dan pikiran manusia umumnya, mereka tergoda akan hingar bingarnya kehidupan yang mampu memberikan kenikmatan duniawi sesaat baginya. Banyak anak karena ke “gelap” an pikirannya berusaha membunuh asa orang tuanya. 

Membuat monumen diri selama hidup tentunya memerlukan perjuangan tidak ringan, Thomas Alfa Edison, seorang inventor harus melakukan percobaan ribuan kali untuk menciptakan sebuah lampu pijar yang dapat menerangi dunia hingga saat ini. Bisa dibayangkan kalau Thomas A. Edison dalam prosesnya memutuskan berhenti karena putus asa akibat kegagalannya, akankah dunia akan “terang” seperti saat ini . Bagaimana proses yang dilakukan James Watt ketika menciptakan mesin uap sebagai tonggak munculnya revolusi industry di Inggris, dan revolusi industry di seluruh dunia. Mahakarya monumental tidak hanya dalam bentuk penciptaan teknologi baru, banyak juga yang menghasilkan karya dibidang sastra, bangunan dan monumen, karya seni, dan karya-karya bersifat “kebendaan” lainnya. Banyak dari karya-karya bangunan monumental yang hingga saat ini tetap menjadi obyek menarik untuk dikunjungi, dan dijual sebagai paket perjalanan wisata yang tidak murah harganya. 

Disamping karya “kebendaan” kita juga mengetahui bahwa banyak juga monumen-monumen diri “non kebendaan” yang telah diciptakan sepanjang sejarah peradaban manusia. Abraham Lincoln, berhasil menyatukan Amerika Serikat dengan gagasan dan pemikirannya. Gandhi berhasil memerdekakan India dengan memberikan contoh langsung tentang pentingnya nilai-nilai humanistic dan kemandirian bangsa. Nelson Mandela, berhasil memperjuangkan kebebasan rakyat Afrika Selatan dari tekanan-tekanan perbedaan rasial dan bersedia berkorban puluhan tahun terpenjarakan oleh rejim berkuasa. Dan Dalai Lama yang terpaksa tinggal dipengasingan dengan tujuan memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Ini semuanya merupakan segelintir tokoh-tokoh yang telah berhasil membuat monumen diri yang patut dibanggakan tidak hanya oleh rakyatnya, tetapi oleh dunia dan telah menjadi sebuah monumen dunia.

Kenangan akan kebaikan dan keberhasilan akan menjadi inspirasi penciptaan monumen yang lebih baik di periode berikutnya. Monumen diri yang baik akan menjadi contoh peradaban yang tak terlupakan dan pada suatu titik menjadi suatu yang tak ternilai harganya . Apa yang dilakukan oleh Hitler pada perang dunia ke II, menjadi contoh dari sebuah monumen diri yang tak membanggakan dunia. Monumen yang harus mengorbankan  jutaan jiwa umat manusia dan membuat penderitaan bagi masyarakat dunia. Banyak monumen lahir dari peperangan,  bahkan peperangan bathin dari pembuatnya. Copernicus tidak dapat memperoleh pengakuan hingga akhir hayatnya akan kebenaran prinsip pengetahuan  yang diyakininya, dan baru diakui kebenaran setelah penguasa menghukum matinya. Sebuah ironi, dimana kadangkala pembuat monumen tidak pernah menikmati keberhasilan dari karyanya semasih yang bersangkutan hidup di dunia.

Terlalu besar dan berat rasanya kita harus berfikir dalam cakupan dunia, sementara monumen diri dapat dibuat dimana-mana.  Monumen dapat kita buat di sekeliling tempat tinggal kita, di sekolah dimana kita menggali pengetahuannya, ditempat kerja ataupun dalam lingkungan pergaulan kita. Buatlah monumen sebanyak-banyaknya dimanapun kita berada.   Monumen yang dinilai  besar tidaklah serta merta tumbuh menjadi besar, monumen besar lahir dari monumen kecil yang dikerjakan secara sungguh-sungguh, konsisten dan persisten. Menghasilkan karya yang monumental, memang tidak mudah dan bukanlah suatu yang instan. Kadangkala tidak mendapatkan penghargaan awalnya, kadangkala dianggap sebagai sebuah ke”gila”an, kadangkala dianggap sebagai sebuah mimpi dan kadangkala dicampakkan karena  dianggap tidak berguna pada jamannya. Tetapi sejarah telah membuktikan bahwa monumen besar lahir dari orang yang berjiwa besar, bukan orang yang berjiwa kerdil. Dan kebesarannya, kadangkala tidak bisa dinikmati langsung oleh penciptanya, tetapi menjadi warisan yang sangat berharga bagi para penerusnya, tetap dengan satu catatan : Jangan Lupakan Jasa Pembuatnya.

1 komentar:

  1. Like this very much (y),
    Monumen merupakan hasil akhir dari sebuah proses pengabdian kepada kebaikan, yang hasilnya dinikmati oleh sipembuatnya dan orang lain.
    Senantiasa menjadi manfaat dimanapun kita berada.
    Sungguh menginspirasi pak Wima,
    Salam,
    Edwin

    BalasHapus