Prof
. Yohannes Surya , dalam blognya, menulis jawaban terhadap pertanyaan seorang
penanya tentang apa arti sebenarnya dari
kata ruang hampa. Saya mencoba mengutipnya sebagai berikut :
“Udara di
atmosfer kita terdiri atas campuran berbagai gas yang jaraknya saling
berjauhan. Ruangan di antara gas-gas ini dapat diisi uap air. Ketika uap air
ini mengembun, maka ruangan yang diisi uap air akan menjadi hampa. Ruang hampa
ini tidak bisa terdeteksi radar karena tidak ada partikel yang dapat memantulkan
gelombang yang dipancarkan radar itu. Inilah yang menyebabkan pesawat celaka.
Ruang
hampa bisa terjadi di darat bahkan kita bisa membuat ruang hampa, yaitu dengan
cara mengisap udara suatu ruang menggunakan pompa isap. Walaupun begitu, kita
tidak bisa membuat ruang yang benar-benar hampa udara. Ruang hampa yang paling
hampa yang berhasil dibuat manusia saat ini masih mengandung sekitar 10 juta
partikel udara setiap liternya.”
Akhir-akhir
ini kata-kata hampa sering dipergunakan untuk pengertian yang berbeda dari
pengertian arfiahnya. Kata hampa sering dimaknakan sebagai sesuatu yang “kosong”,
sesuatu yang hilang dalam sebuah ruang tubuh manusia tapi bukan berkonotasi
kebendaan. Tak jarang kita mendengar istilah “relung hati yang hampa”, “bathin
yang hampa”, dan “pikiran yang hampa”, semuanya merupakan penggambaran yang
lebih dikondisikan oleh sesuatu yang bersifat batiniah dan rasa. Tapi mungkin
sangat benar apa yang disampaikan Prof. Yohannes, bahwa kita tidak akan bisa
membuat sebuah ruang yang benar-benar hampa, demikian pula ketika kita
menghubungkannya dengan hati dan pikiran. Ketika kita berbicara hati dan
pikiran, kehampaan berkaitan dengan keluhan, keinginan dan tuntutan akan perhatian,
agar apa yg hampa dapat terisi kembali. Seperti arfiahnya, kehampaan lebih
disebabkan oleh adanya “sesuatu” yang hilang, dan besar kecilnya yang hilang tergantung pada
konsidisi psikologis dari siapa yang mengalaminya. Ketika terjadi kehampaan,
tubuh secara alamiah akan mencari resources yang tepat untuk mengisinya.
Secara
modern, kehampaan ini lebih disebabkan oleh adanya sebuah kondisi kejiwaan, yang juga merupakan
sebuah tanda-tanda ketidakseimbangan emosi yang bila berlarut akan berakibat
pada munculnya depresi. Depresi sendiri memang menjadi momok saat ini. Secara
umum ada 3 pengkategorian tanda-tanda depresi, yaitu berupa tanda-tanda fisik,
emosi dan kognitif. Tanda-tanda fisik berupa perubahan prilaku yang dicirikan
oleh; upaya menarik diri dari orang-orang, lingkungan kerja, kesenangan dan aktivitas;
menghela nafas, menangis, mengerang; munculnya kegelisahan; malas untuk
beraktivitas, serta penurunan motivasi.
Tanda-tanda
emosi dapat berupa; munculnya rasa ketakutan, merasa tertekan, mudah marah;
perasaan butuh bantuan; kesedihan, merasa sengsara; merasa kewalahan terhadap
tugas-tugas rutin; masa bodoh dan apatis; munculnya kekurang percayaan diri,
kehilangan jati diri, merasa tanpa harapan; merasa diri tidak menarik;
kehilangan rasa nyaman dan perasaan selalu tegang.
Sedangkan tanda-tanda kognitif, dapat berupa; kehilangan konsentrasi;
ketidakmampuan untuk membuat keputusan; pesimis; menyalahkan diri sendiri;
kehilangan ketertarikan untuk ikut dalam aktivitas-aktivitas; munculnya
kebencian terhadap diri sendiri.
Tubuh dapat
memberikan petunjuk fisik mengenai depresi ini, yaitu terlihat dari adanya; kelelahan, kepenatan, kekurangan semangat;
gangguan tidur seperti tidur berjalan, tidak bisa tidur walaupun merasa
kelelahan, nafsu makan meningkat maupun menurun; kehilangan dorongan seksual.
Dengan membaca petunjuk-petunjuk fisik dari tubuh, kita akan dapat mengenali
secara dini munculnya depresi. Setelah kita mengenali petunjuknya ini, menjadi
pertanyaannya, apakah penyebabnya? Dan bagaimana menyikapinya.
Laurie
Pawlik-Kienlen, seorang penulis menyebutkan ada
delapan penyebab munculnya depresi ini yaitu ; pertama, merasa kehilangan sesuatu dalam kehidupan seperti
kematian, perceraian, terpisah dari sesuatu yg sudah biasa, trauma karena kehilangan harapan dan jati diri, dan rasa
bersalah. Kedua, rasa marah yang tidak terekspresikan, fenomena “nice guy” yang
tidak mendapatkan komentar negatif, dan tidak pernah marah dalam kondisi apapun
sangat potensial untuk mengalami depresi. Ketiga, ketidakseimbangan hormonal
dan kimia otak. Pada penderita depresi ada cairan kimia otak yang mengalami
penurunan yaitu noradrenaline, serotonin, dan dopamine. Ketiganya berfungsi
dalam proses menghambat rekasi-reaksi dan tanggapan neurologis yang tidak
menguntungkan. Lima hal lain penyebab
depresi adalah, factor keturunan, gender (wanita lebih mudah depresi daripada
wanita), stress, harapan yang tidak realistik dan ingin sempurna, dan
dihadapkan pada perjuangan kondisi kesehatan lainnya seperti jantung, stroke,
diabetes, cancer dan tumor. Dengan mengetahui gejala dan penyebab dapat
membantu dalam menghindarkan munculnya depresi tersebut.
Upaya yang dapat
ditempuh untuk menghindarkan hal ini adalah dengan upaya membangun penilaian
diri secara positif, yaitu dengan berusaha mengenali diri sendiri dan memahami
kekurangan dan kelemahan sebagai sesuatu yang alamiah, dan mencari terobosan
untuk mencari penyebabnya serta dengan jujur mengakuinya. Kembali kepada adanya
perasaan hampa, tentunya kita dituntut untuk secara jujur mengakuinya dan
mencari penyebabnya. Kadangkala solusi positif dapat dilahirkan dari hal-hal
yang tak terduga, secara social tidak diakui sebagai suatu hal yang positif dan
kadangkala bukan sesuatu yang popular untuk dilakukan. Apakah reaksi akan
tepat, waktu lah yang akan mengukurnya, yang dibutuhkan adalah perubahan yang
terukur, oleh karenanya perubahan bukanlah sebuah yang instan. Lima pedoman
yang dijadikan penulis untuk selalu memberi nuansa positif adalah; Pertama, Berdoa pada Tuhan Yang Maha Esa dan Menghormati Orang Tua; Kedua, Menyayangi Semua Mahluk Ciptaan-Nya ; Ketiga,
Berusaha Melakukan yang Terbaik di Jalan yang Benar dan Dalam Segala Hal; Berfikir
Positif, Tidak Emosional, dan Penuh Pembelajaran; Terakhir/kelima, Harus Selalu Ikhlas, Pasrah dan Sabar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar