Kehidupan
manusia banyak dipengaruhi oleh bagaimana manusia tersebut berinteraksi dengan
Lingkungannya, dalam artian bahwa ada dua kutub pengaruh yang terjadi bahwa bagaimana manusia bisa menerima
lingkungannya dan bagaimana manusia dapat diterima oleh lingkungannya.
Posisi manusia yang dipengaruhi kedua kutub tadi juga menentukan bagaimana dia dapat bertindak
terhadap lingkungan yang mengitarinya maupun terhadap dirinya sendiri.
Lingkungan dasar manusia secara social
adalah keluarga, tetangga, sebaya, kerja, masyarakat dlsb. Dalam menghadapi
lingkungan yang berbeda, maka manusia juga dihadapkan pada dua kutub dasar,
yaitu apakah manusia akan memberlakukan suatu perlakuan yang sama terhadap
lingkungan tersebut, ataukah memberlakukan hal yang berbeda terhadap lingkungan
tersebut. Demikian juga dari sisi lingkungannya sendiri, apakah lingkungan
tersebut akan memberlakukan manusia secara sama ataukah secara berbeda.
Sama,
beda, sama, beda, dst, lah yang melahirkan dorongan bagaimana
perlakuan-perlakuan terjadi. Dorongan ini adalah berupa Nilai
kehidupan yang dianut. Makanya seringkali terjadi bahwa mengapa seseorang
berbeda atau merasa berbeda, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan nilai
yang dianutnya. Perbedaan atau persamaan bukanlah suatu pernyataan benar dan
salah, yang artinya bahwa berbeda dapat benar dan dapat juga salah,
tergantung dari sudut mana manusia itu melihatnya.
Selama
proses tersebut, manusia dibekali Tuhan oleh 3 kekuatan besar yang tidak boleh
diabaikan yaitu Akal (intellectuality), kalbu (emotion)
dan Jasmani (Fisiology) . Ketiga kekuatan besar tersebut tumbuh
sejalan dengan interaksi manusia dengan lingkungannya. Seseorang dapat memiliki
akal yang sehat, tapi bila tidak ditopang oleh kalbu dan jasmani yang sehat,
niscaya orang tersebut belumlah dapat dikatakan sempurna. Selama proses
tersebut, ada dua faktor penopang mengapa manusia menetapkan sebuah nilai untuk
dianut/sebagai acuan. Kedua factor tersebut adalah Kerangka Pemikiran (frame
of reference) dan Kerangka Pengalaman (frame of experience). Seringkali
ketika seseorang akan melakukan tindakan, seseorang bertanya “dulunya
bagaimana?”, dalam hal ini orang tersebut telah memunculkan atau memanggil
kembali “memori” pengalaman yang mengacu pada aspek situasi dan kondisi (sikon)
yang melingkupi permasalahan tersebut. Pada kondisi-kondisi inilah sering
terjadi ke “kaku” an. Ada
yang cenderung begitu mudahnya menerima perubahan, ada yang dapat mencerna
dengan baik perubahan tersebut dan ada pula yang cenderung menentang setiap
perubahan yang terjadi. Penentangan dan penerimaan terhadap perubahan sendiri
juga bukan suatu hal benar dan salah dan
juga banyak penyebabnya, apakah karena trauma, tantangan dan bahkan kadangkala oleh ketakutan yang
berlebihan. Joseph Addison menyebutkan, ” Orang yang sudah nyaman di
lingkungannya , biasanya memusuhi perubahan”. Apakah anda salah satu diantaranya
? Perubahan sendiri pada dasarnya merupakan sebuah sintesa dan antitesa yaitu
perubahan alami tidak akan terjadi bila manusia dan lingkungan tidak menghendakinya. Perubahan tidaklah
perlu ditakutkan, kecuali anda tergolong dalam apa yang diungkapkan oleh Joseph
Adiston diatas. Soeharto (“Bapak Pembangunan”)
mengingkari nilai dan kenyataan bahwa dunia menumbuhkan dan tumbuh dari
perubahan itu. Jatuhlah ia, tapi akankah nilai yang dianutnya akan jatuh
kembali mengacu pada aspek “beda, sama, beda, sama” tersebut diatas. Suatu saat
tidakkah menutup kemungkinan ia akan dianggap sebagai pahlawan oleh jaman yang
“berbeda”?.
Akal, kalbu, dan jasmani haruslah “selaras”, dari manakah awalnya?
Seseorang dilahirkan ke dunia dengan penuh pengharapan akan menjadi orang yang
“baik”, “berbudi luhur”, dll dan sekali lagi dll. Tapi akankah dapat
dibayangkan bila harapan tersebut bisa terpenuhi bila selama proses mengandung,
sang ibu mengalami tekanan psikologis yang berat, jasmani yang tidak sehat dan
bahkan emosi yang tidak stabil. Akankah pengharapan itu terpenuhi ketika si
anak lahir untuk makan saja orang tua mereka tidak sanggup memenuhinya atau
tidak ada contoh yang baik dari kedua orang tuanya. Akankah pengharapan
tersebut bisa terpenuhi bila si anak menginjak dewasa hari-harinya penuh
diwarnai pertengkaran orang tua, hidup dalam lingkungan teman yang tidak
ber ”pembelajaran”, maling, jambret, tawuran, narkoba dll. Akankah pengharapan
tersebut dapat terpenuhi bila ketika ia bekerja, ia hidup dalam lingkungan
pejabat dan rekan yang penuh dengan korupsi, intrik, klik-klikan, dan laporan
ABS (asal bapakne seneng). Ingat akal, kalbu, dan jasmani merekam itu semua
dalam memori pikiran, hati dan badan
manusia. Disadari dan tidak disadari rekaman-rekaman tersebut akan
muncul baik diminta atau tidak. Janganlah kita menyalahkan seseorang yang tidak
se nilai dengan kita, karena nilai yang dianut diperoleh dari cara
rekam-merekam tersebut. Bisa terjadi orang tersebut salah merekam (benar
salahnya merekam dan yang direkam). Atau juga kita sendiri salah merekam apa
yang direkam oleh orang lain. Bila hal ini ingin dihindari, maka apakah yang
harus diperbaiki? Perbaikilah Proses Pembentukan Memori Dasar.
Berdasarkan masukan pada saat pelatihan, Proses pembentukan Memori dasar mengikuti
langkah-langkah sebegai berikut :
0
– 3 Tahun adalah fase :
a. Menyimpan,
pada fase ini hati-hatilah karena pada kurun ini anak anda, disadari atau
tidak, disengaja atau tidak akan merekam semua yang dirasakan melalui panca
inderanya. Pada kurun ini akan muncul proses penentangan. Kebohongan,
ketidakbijaksanaan akan diuji oleh pertanyaan-pertanyaan lugu mereka.
b. Identifikasi, fase ini si anak sudah mengenali
bentuk-bentuk tertentu yang dirasakan oleh panca inderanya.
c. Re-call, fase ini si anak sudah mulai memanggil ulang
memori mereka, apa yang disampaikan oleh kedua orang tuanya akan mulai
dimunculkan sedikit demi sedikit.
d. Persepsi, fase ini persepsi sedikit demi sedikit telah
muncul.
3 – 5 tahun adalah fase perkembangan persepsi tahap 1
5 – 7 tahun adalah fase perkembangan persepsi tahap 2
7 – 9 tahun adalah fase perkembangan persepsi tahap 3
11, 15, 17, 19, 21, 25 tahun adalah fase kedewasaan (maturasi)
Dalam fase-fase tersebut akan terlihat apakah proses rekam-merekam itu
tepat. Apakah cara merekamnya dan yang direkamnya benar. Ini menjadi perhatian
yang bersangkutan dan lingkungannya.
Bagaimana
kalau sudah salah merekam? Ini tentunya memerlukan suatu therapy khusus, yang
bersangkutan harus lebih sering diajak berkomunikasi dengan isi yang sesuai
dengan fase-fase pembentukan memori diatas. Peran orang tua sangat besar
pengaruhnya dalam proses ini karena dalam proses therapy ini factor penerimaan
dan penolakan sangat mendominasi. Oleh karenanya kedekatan jarak fisik maupun
jarak psikologis haruslah terus ditata dengan si anak yang bersangkutan. Bila
tidak terjadi kedekatan tersebut, keterbukaan hati dan perasaan tidak akan
terjadi, sehingga apapun isi dari yang dikomunikasikan sangat sulit untuk dapat
dicerna dan dapat menggerakkan sebuah tindakan yang saling menguntungkan.
Apakah manfaat pengetahuan ini dalam dunia kerja? Seseorang cenderung
apriori bahwa pandangannya adalah yang benar dan paling benar. Ketika orang
tersebut menemukan dan berinteraksi dengan orang yang sama akan cenderung
terjadi ketidakcocokan, ujung-ujungnya adalah terjadinya konflik, saling caci,
menyalahkan baik secara terang-terangan, ataupun bergerilya membangun opini
untuk mencari dukungan. Akankah ini memberikan aspek sinergitas bagi
terciptanya kerjasama untuk mencapai tujuan bersama, kemungkinan besar tidak.
Sejauh pemikiran, konflik dan pertentangan hanyalah berdampak pada siapa yang
menang, siapa yang kalah, siapa yang pinter siapa yang guoblok, siapa yang
jagoan siapa yang kroco dan seabrek siapa yang..siapa yang.. Kelemahan dasar
karena kita menutup kuping kita rapat-rapat, tidak mau dan gengsi untuk
mendengarkan, dan bahkan menganggap bahwa orang lain tidak memiliki “mulut”
yang mampu bersuara seperti apa yang kita miliki. “seek
first to understand and then to be understood” kata covey, sangat relevan untuk
dicatat. Bagaimana kita paham diri kita kalau kita tidak mencoba memahami orang
lain katanya. Dengan menolak
untuk mendengarkan berarti kita menolak untuk melakukan perekaman. Menolak
perekaman untuk kepentingan diri sendiri berarti juga menolak merekam apa yang
telah direkam oleh orang lain. Ini adalah bentuk apriori dari prilaku dan sikap
individu. Bila hal ini terjadi dalam dunia kerja maka prioritas pekerja bukan
menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya melainkan menyelesaikan masalah-masalah yang
muncul dari interaksinya sendiri. Sungguh
tidak berguna, dan menyedot perhatian dan tenaga yang cukup besar. Jadi beda,
sama, beda, sama dst. bukanlah masalah benar dan salah tapi masalah mau
menerima dan tidak menerima yang lahir dari mau mengurangi ego dan tidak
mengurangi ego masing-masing. Love is live, live is love, 19 Sept 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar