Ketika
kita membaca sebuah brosur perjalanan wisata, kita selalu ditunjukkan beberapa
gambar menarik mengenai tempat bersejarah, pemandangan alam, gedung , monumen dan
pusat-pusat pengembangan kebudayaan serta beberapa destinasi kuliner yang tidak boleh
dilewati oleh siapapun yang berkunjung ke tempat tersebut. Kesemuanya
kadangkala membuat kita berdecak kagum walaupun hanya melihat dalam foto yang
ada dalam selembar brosur, yang kadangkala belum tentu juga menggambarkan
kondisi nyatanya. Terlepas dari itu, gambar dalam brosur ini berusaha meyakinkan kita bahwa ada sesuatu yang harus
dilihat secara langsung dan bukan hanya angan-angan semata. Sesuatu yang
mendorong siapapun yg memiliki kemampuan ekonomi untuk menyisakan sedikit
dananya baik dengan menabung maupun menyediakan dana secara langsung untuk tujuan tersebut.
Brosur
adalah media efektif sederhana untuk memberikan gambaran tentang sesuatu hal
dengan tujuan agar pembacanya lebih tertarik untuk mendalaminya. Tapi dibalik gambar-gambar
dalam brosur tersebut tentunya akan banyak cerita terkemas. Banyak narasi
diciptakan dan kadangkala berbagai versi muncul. Visualisasi dari object yang ditampilkan
kadangkala membuat kita terpukau dan kadangkala lupa akan hadirnya balutan
kesejarahan dibalik lembaran foto yang ada. Sebuah bangunan, pemandangan alam,
monumen, dan resep-resep kuliner yang tertuang dalam brosur semuanya adalah mahakarya
dunia baik diciptakan oleh Tuhan maupun manusia. Jadi apakah yang dijual oleh
sebuah brosur wisata? Sejatinya brosur wisata menjual sebuah mahakarya
monumental.
Setiap
saat dalam perjalanan kehidupan, kita selalu menemukan banyak hal yang bersifat monumental. Bahkan dari sejak lahir pun
kita disuasanakan pada situasi yang bersifat monumental tersebut. Begitu
bahagianya seorang ibu ketika melahirkan anaknya, begitu bahagianya para orang
tua yang memiliki putra dan putri yang cenderung sempurna, begitu sedihnya
mereka bila melihat putra dan putrinya tumbuh dengan ketidaksempurnaan,
walaupun banyak yang sudah mulai menyadari bahwa ketidaksempurnaan juga
merupakan Anugrah Tuhan. Anugrah terindah ketika mengetahui anaknya tumbuh
dengan baik dan diberi kesehatan dan kesejahteraan. Orang tua tentunya menginginkan
apa yang dilahirkannya juga merupakan sebuah monumen kehidupan yang dikenang banyak
orang karena hal-hal baik didalamnya. Tapi apa yang terjadi, banyak juga
kebalikannya. Banyak anak yang tumbuh tanpa akhlak dan pikiran manusia umumnya,
mereka tergoda akan hingar bingarnya kehidupan yang mampu memberikan kenikmatan
duniawi sesaat baginya. Banyak anak karena ke “gelap” an pikirannya berusaha membunuh
asa orang tuanya.
Membuat
monumen diri selama hidup tentunya memerlukan perjuangan tidak ringan, Thomas Alfa Edison, seorang inventor
harus melakukan percobaan ribuan kali untuk menciptakan sebuah lampu pijar yang
dapat menerangi dunia hingga saat ini. Bisa dibayangkan kalau Thomas A. Edison dalam prosesnya
memutuskan berhenti karena putus asa akibat kegagalannya, akankah dunia akan “terang”
seperti saat ini . Bagaimana proses yang dilakukan James Watt ketika menciptakan mesin uap sebagai tonggak munculnya
revolusi industry di Inggris, dan revolusi industry di seluruh dunia. Mahakarya
monumental tidak hanya dalam bentuk penciptaan teknologi baru, banyak juga yang
menghasilkan karya dibidang sastra, bangunan dan monumen, karya seni, dan
karya-karya bersifat “kebendaan” lainnya. Banyak dari karya-karya bangunan
monumental yang hingga saat ini tetap menjadi obyek menarik untuk dikunjungi,
dan dijual sebagai paket perjalanan wisata yang tidak murah harganya.
Disamping
karya “kebendaan” kita juga mengetahui bahwa banyak juga monumen-monumen diri “non
kebendaan” yang telah diciptakan sepanjang sejarah peradaban manusia. Abraham Lincoln, berhasil menyatukan Amerika
Serikat dengan gagasan dan pemikirannya. Gandhi
berhasil memerdekakan India dengan memberikan contoh langsung tentang
pentingnya nilai-nilai humanistic dan kemandirian bangsa. Nelson Mandela, berhasil memperjuangkan kebebasan rakyat Afrika
Selatan dari tekanan-tekanan perbedaan rasial dan bersedia berkorban puluhan
tahun terpenjarakan oleh rejim berkuasa. Dan Dalai Lama yang terpaksa tinggal dipengasingan dengan tujuan
memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Ini semuanya merupakan segelintir
tokoh-tokoh yang telah berhasil membuat monumen diri yang patut dibanggakan
tidak hanya oleh rakyatnya, tetapi oleh dunia dan telah menjadi sebuah monumen dunia.
Kenangan
akan kebaikan dan keberhasilan akan menjadi inspirasi penciptaan monumen yang
lebih baik di periode berikutnya. Monumen diri yang baik akan menjadi contoh
peradaban yang tak terlupakan dan pada suatu titik menjadi suatu yang tak
ternilai harganya . Apa yang dilakukan oleh Hitler pada perang dunia ke II,
menjadi contoh dari sebuah monumen diri yang tak membanggakan dunia. Monumen
yang harus mengorbankan jutaan jiwa umat
manusia dan membuat penderitaan bagi masyarakat dunia. Banyak monumen lahir
dari peperangan, bahkan peperangan bathin
dari pembuatnya. Copernicus tidak dapat memperoleh pengakuan hingga akhir
hayatnya akan kebenaran prinsip pengetahuan
yang diyakininya, dan baru diakui kebenaran setelah penguasa menghukum
matinya. Sebuah ironi, dimana kadangkala pembuat monumen tidak pernah menikmati
keberhasilan dari karyanya semasih yang bersangkutan hidup di dunia.
Terlalu
besar dan berat rasanya kita harus berfikir dalam cakupan dunia, sementara monumen
diri dapat dibuat dimana-mana. Monumen
dapat kita buat di sekeliling tempat tinggal kita, di sekolah dimana kita
menggali pengetahuannya, ditempat kerja ataupun dalam lingkungan pergaulan
kita. Buatlah monumen sebanyak-banyaknya dimanapun kita berada. Monumen
yang dinilai besar tidaklah serta merta tumbuh
menjadi besar, monumen besar lahir dari monumen kecil yang dikerjakan secara
sungguh-sungguh, konsisten dan persisten. Menghasilkan karya yang monumental,
memang tidak mudah dan bukanlah suatu yang instan. Kadangkala tidak mendapatkan
penghargaan awalnya, kadangkala dianggap sebagai sebuah ke”gila”an, kadangkala
dianggap sebagai sebuah mimpi dan kadangkala dicampakkan karena dianggap tidak berguna pada jamannya. Tetapi
sejarah telah membuktikan bahwa monumen besar lahir dari orang yang berjiwa
besar, bukan orang yang berjiwa kerdil. Dan
kebesarannya, kadangkala tidak bisa dinikmati langsung oleh penciptanya, tetapi
menjadi warisan yang sangat berharga bagi para penerusnya, tetap dengan satu
catatan : Jangan Lupakan Jasa Pembuatnya.