Rabu, 30 Mei 2012

Kinerja Bagaimana Kita Menyikapinya


Memberikan pembelajaran kepada mahasiswa tentang kinerja ibarat kita berada di depan sebuah cermin, memandang dari ujung rambut hingga ujung kaki, apakah yang kita sampaikan juga menggambarkan apa yang  telah kita lakukan. Seperti pada umumnya pembelajaran prilaku manusia (behavioral study) sangatlah tidak mudah, berbeda dengan saat kita mencari guru ataupun dosen yg berbicara tentang manajemen yang mengupas pembelajaran teoritis, tentulah sangat berbeda.  Memberikan pembelajaran tentang prilaku seperti ibarat “menguliti” diri sendiri, oleh karena ada mirror effect didalamnya.  Logika sederhana terlihat dari ilustrasi berikut yang  dicontohkan oleh susahnya siswa untuk diajarkan untuk memerangi korupsi oleh dosen yang mereka ketahui sering  suka korupsi, minimum korupsi waktu saat mengajar. Dapatkah orang mempercayai seorang Dr., ketika ingin mengobati sakit flu, sementara Dr. yang mengobati sedang batuk-batuk di depan pasien tersebut. Kepercayaan pasien bisa saja luntur, dan obat apapun rasanya tak manjur.
Pembelajaran kinerja sangat berkaitan dengan pembelajaran tentang sebuah system. Banyak elemen yang terlibat dalam system tersebut. Kita tidak hanya dihadapkan pada output apa yg dihasilkan tetapi juga berhadapan dengan proses yang dijalankan dan input apa yang diberikan. Oleh karenanya, ketika kita melakukan pembelajaran kinerja, cenderung ada tuntutan untuk melihatnya secara lebih holistic. 

Praksis Kinerja

Bila kita merujuk pada teori-teori manajemen, banyak sekali tokoh ataupun pengkaji masalah kinerja memiliki definisi-definisi yang berbeda tentang kinerja, ada yang melihat kinerja dari sudut pandang proses, ada yang melihat dari sudut pandang output dan ada yang melihat dari sudut pandang input. Dan dari sekian banyaknya defines-definisi yang ada, tentunya bukanlah sesuatu yang harus kita perdebatkan, dan merupakan sesuatu yang sah-sah saja bila para pemerhati kinerja mengambil mana definisi yang tepat untuknya. Agar tidak seperti halnya seorang buta meraba seekor gajah, maka perlu rasanya kita mendefinisikan kinerja itu seperti apa gambarannya.  Bila tidak bisa menciptakan definisi, kita dapat meminjam definisi secara komprehensif masalah kinerja yang sudah ada, untuk dijadikan acuan. Sebuah diskusi yang dilaksanakan di Nova South Eastern University, merumuskan pengelolaan kinerja sebagai “An iterative process of goal-setting, communication, observation and evaluation to support, retain and develop exceptional employees for organizational success.” Dari perspektif definisi ini ada beberapa terminology yang harus dicermati lebih lanjut yaitu adanya focus perhatian terhadap process, goals setting, communication , observation, evaluation, retain development and organizational success.
Mengacu strategi manufacturing Jepang, bahwa output yang baik dihasilkan oleh proses yang baik. Oleh karenanya banyak industry Jepang sangat aware terhadap proses yang mereka jalankan. Banyak prosedur dan standard diciptakan agar proses tetap ajeg sehingga qualitas tetap terjaga. Banyak terminology muncul untuk menunjang hal ini, dimana kebanyakan diantaranya lahir sebagai akibat keinginan melakukan peningkatan berkesinambungan (Kaizen). Mungkin tidak asing ditelinga kita tentang konsep-konsep TPM, TPS, QCC/SS, 5S, Jishuken, six sigma dan beberapa terminology lainnya, yang banyak relevansinya dengan pencapaian output kinerja.
Sejalan dengan konsep tersebut, Jack Welch atau lebih dikenal dengan  “neutron jack” , former CEO GE periode 1981 - 2001 melakukan transformasi bisnis dengan penekanan pada  pentingnya pengelolaan dan perbaikan proses ditempat kerja  melalui minimalisasi birokrasi yang ada, akan dapat mempercepat proses bisnis. Program lean manufacturing yang dijalankannya membawa pertumbuhan bisnis yang begitu cepat. Lean management yang dijalankan mengacu pada upaya pengurangan birokrasi bisnis yang terjadi di GE, jauh terjadi sebelum Welch memegang jabatannya. Program ini semakin berkembang sejak Welch mengadopsi program six sigma yang telah di praktekkan di Motorola Inc. Walaupun program ini tidak begitu popular awalnya, oleh karena terjadinya pengurangan karyawan dari 411 ribu karyawan di akhir 1980 menjadi 299 ribu di akhir 1985, oleh karena penualan sebagian besar bisnis yang menurutnya tidak berjalan baik, namun akhirnya mendapatkan penghargaan dan banyak menjadi rujukan eksekutif di perusahaan lainnya , mengingat apa yang ditempuh membawa dampak yang cukup signifikan bagi bisnis GE. Apa yang dilakukan oleh Jack Welch, adalah merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kinerja GE, dengan melakukan restrukturisasi terhadap bisnis GE yang tidak efisien. Perbaikan proses bisnis merupakan cara untuk mencapai output kinerja yang excellent.
Selain jack Welch, Steve Jobs, CEO Apple, adalah salah satu eksekutif  yang dianggap berhasil menjalankan transformasi bisnisnya , setelah keluar dari Hewlett Packard, Steve bergabung ke Apple dan  melalui ide-ide kreatifnya Steve Jobs berhasil membawa Apple menjadi perusahaan yang cukup disegani di industri teknologi computer. Sejak bergabung dengan Steve Wozniak, pendiri Apple, Steve dipercaya untuk memimpin dan mengembangkan produk Apple beserta softwarenya. Sejalan dengan berbagai ide gagasannya bersama Wozniak, Steve juga mengalami pasang surut didalam mengembangkan produk-produk Apple tersebut. Sejak munculnya Apple I dan dilanjutkan Apple II dengan teknologi memori tampilan tahun 1977 yang cukup spectacular, nama steve Jobs mulai dikenal dikalangan industry teknologi Komputer, sebagai seorang yang memiliki talenta di industry ini. Tidak hanya keberhasilan, banyak juga produk yang dirancangnya mengalami kegagalan di pasaran, seperti Apple III, Apple Lisa, dan Macintosh Portable. Walaupun product-product ini mengalami kegagalan, tetapi patut diakui bahwa product tersebut menjadi tonggak pengembangan teknologi computer kedepannya. Apple III merupakan pelopor reformasi computer meja saat itu, walaupun adanya kegagalan akibat dihilangkannya fungsi pendingin, memacu para innovator untuk menciptakan fan pendingin yang lebih simple dan praktis. Apple Lisa terkenal dengan konsep grafik-intensif dan icon friendly nya, kembali product ini mengalami kegagalan oleh karena mahalnya komponen sehingga harga jual menjadi mahal. Apple Lisa menjadi tonggak yg cukup berharga dalam menciptakan tenologi computer pemuka grafis yang lebih simple. Proyek ini kemudian dilanjutkan dengan pembuatan produk bermerk macintosh, diharapkan program ini akan menyamai project Lisa dalam bentuk yang lebih kecil. Macintosh walaupun di Apple tidak berkembang pesat, namun teknologinya sempat mengilhami Bill Gates dari Microsoft dalam menciptakan Teknologi Windows. Product terbaru yang mengarah teknologi komunikasi yang menghjibur diciptakan. Imax, Ibox, Iphone, Ipod dan yang terakhir Ipad menjadi product innovative yang sangat dikagumi dan penjualannya pun sangat signifikan. Namun Steve Jobs sendiri tidak dapat menikmati hasil karyanya dalam waktu yang lama, oleh karena nyawa yang terenggut oleh penyakit yang cukup lama dideritanya pada tnggal 5 oktober 2011. Apa yang dilakukan oleh Steve Job adalah refleksi dari continous improvement dalam menciptakan output yang spektakuler, dan wujud upaya pencapaian kinerja yang excellent.
 
Problem kinerja

Dari dua contoh pembelajaran diatas, kita mengamati bahwa proses pencapaian kinerja yang excellent kadangkala lahir dari suatu proses yang tidak singkat, dan bahkan kadangkala diwarnai oleh proses turn around  bisnis yang begitu dinamis. Tapi ada hal yang perlu diperhatikan dari dua kasus pembelajaran tersebut, yaitu adanya pola pengelolaan kinerja yang dirasa cukup tepat bila dilihat dari perpektif  iterative process of goal-setting, communication, observation and evaluation to support, retain and develop exceptional employees for organizational success. Dari iterative process kita melihat bahwa keduanya menerapkan continous improvement yang tepat walau dengan perspektif yang berbeda, Welch lebih mengutamakan pada lean stategy-nya dengan menghilangkan birokrasi sedangkan Steve lebih cenderung kearah innovation-nya dengan penciptaan produk-produk yang sangat inovatif. Keduanya benar-benar sangat konsisten dan persisten dalam menstranformasikan strategi tersebut kedalam action plan mereka. Dari perspective communication, kita bisa melihat stake holder communication nya sangatlah mengenai, baik yang sifatnya organizational communication maupun dari perspektif marketing communication. Munculnya kepercayaan dari owner dan atasan justru memberikan peluang kepada mereka untuk menunjukkan kemampuannya. Seperti diketahui bahwa Jack Welch pun pernah akan keluar dari GE, tapi berkat pendekatan dan komunikasi Reuben Gutoff, atasannya pada saat itu dengan mengajak makan Welch dan istrinya di Restoran Yellow Aster, dan berbicara berjam-jam untuk meyakinkannya agar tidak keluar dari GE, berhasil meyakinkan Welch bahwa yang bersangkutan sangat dibutuhkan untuk mengembangkan GE. Demikian juga Steve, Steve pernah keluar dari Apple dan membentuk perusahaannya sendiri NeXT. Upaya Apple mengakuisisi NeXT, guna menyelamatkan bisnisnya, menunjukkan bahwa Steve Jobs merupakan orang yang dirasa tepat untuk memimpin Apple, dan ini dibuktikannya dengan hasil karya selanjutnya. Dari perspektif observation dan Evaluation to support, kita melihat bahwa penerapan evaluasi kinerja pada kedua organisasi sangat berjalan dengan baik. Ketersediaan tools pengukuran yang tepat juga dapat memberikan input bagi kemajuan bisnis selanjutnya. Kosistensi GE dalam menerapkan six sigma justru melebihi pendahulunya Motorola, demikian juga apa yang diterapkan  Steve di Apple, Steve  sangat memahami apa yang menjadi criteria keberhasilan dalam industry teknologi computer kedepannya. Dalam pertarungan yang kuat dengan raksasa IMb dan Microsoft, Steve berhasil membawa Apple menjadi perusahaan yang tetap disegani oleh pesaing-pesaingnya. Dari pespektif retain and develop exceptional employees for organizational success, baik Welch dan steve memahami benar bahwa factor keunggulan bisnisnya sangat bergantung pada kemampuan manusia. Bagaimana Steve memberikan peluang bagi Jef Raskin dan Bill Atkinson dengan teknologi maju seperti antarmuka pengguna grafis menggunakan mouse, object-oriented programming dan kemampuan menggunakan network , Larry Tesler untuk mengembangkan grafik-intensif dan icon friendly nya, serta Guy Kawasaki dengan konsep pewarta Apple (Apple evangelist),  menunjukkan pemahaman Steve yang komprehensif tentang kekuatan teamnya.
Terlepas dari keberhasilan-keberhasilan tersebut, banyak contoh kasus yang muncul yang belum tentu dapat dengan mudah dipecahkan oleh anggota organisasinya sendiri seperti contoh kasus dibawah ini;
Case Study :
Anda adalah seorang kepala unit bisnis pada satu anak perusahaan yang bergerak dalam lingkup  produksi dan pemasaran Consumer Goods. Awal tahun ini anda menerima sebuah penugasan yang tidak ringan yaitu membawa unit bisnis anda untuk memperoleh profitability sehingga perusahaan anda kembali bisa meningkatkan pangsa pasar produksinya. Penugasan ini sangat penting bagi anda untuk dasar pertimbangan promosi anda sebagai seorang Direktur  pada perusahaan induk.
Akhir-akhir ini unit bisnis anda menghadapi sebuah problem yang berpengaruh pada kinerja keseluruhan, dimana kepala departemen di bawah anda menyampaikan informasi yang berbeda-beda tentang sebuah persoalan yang mereka hadapi secara bersama-sama. Unit bisnis anda mengalami penurunan penjualan yang signifikan, dari menguasai pangsa pasar 12,5 % di tahun 2009 hingga menjadi 9,4 % di tahun 2010 dan kembali menurun menjadi 8,1 % di tahun 2011. Kondisi ini telah menjadi sorotan di induk perusahaan anda mengingat hal ini telah terjadi untuk tahun yang kedua. Berdasarkan laporan yang masuk dari Dept. Sales  menganggap bahwa penjualan turun diakibatkan oleh produk yang dibuat oleh bagian produksi susah untuk dipasarkan karena memiliki kualitas yang sangat rendah, sehingga para sales sangat susah untuk menjualnya. Disamping itu, dana yang dipergunakan untuk melakukan promosi tahun lalu dikurangi dan mengalami penurunan dari 11,5 Milyar rupiah menjadi hanya 7,6 Milyar, sehingga promosi yang dilakukan kurang efektif untuk dapat menarik konsumen. Hasil analisa ini serta merta disanggah oleh Departemen produksi, mereka menganggap bahwa produksi telah dilakukan berdasarkan standar yang telah dilakukan dan telah dicek oleh bagian Quality perusahaan. Bahkan bagian quality telah mengeluarkan laporan tentang penurunan Defect per Unit (DPU) setiap bulannya dari 0,7 menjadi 0,3, walaupun memang masih diakui ada problem pada kemasan, tetapi bukanlah suatu yang signifikan. Departemen produksi justru menganggap bahwa para sales kurang kreatif dalam memasarkan produknya dan cenderung kurang agresif di bandingkan kompetitor lainnya. Dilain pihak bagian promosi sendiri menganalisis bahwa produk yang dihasilkan tidak memiliki keunggulan dibandingkan dengan kompetitor lainnya. Opini dan analisis dari bagian promosi juga di sanggah oleh bagian Penelitian dan Pengembangan  mengingat bahwa produk yang dibuat sudah berdasarkan hasil penelitian pasar yang dilakukan Dept. marketing sendiri.
Pada saat masalah ini terungkap anda segera mengadakan pertemuan dengan kepala departemen yang terkait. Sebenarnya semua manajer telah berusaha mengatasi masalah ini, tetapi tidak berhasil. Dalam diskusi yang dilakukan oleh para manajer, anda telah berusaha menjadi pendengar dan tidak memberikan saran dan komentar apapun, dan anda benar-benar menyimak apa yang disampaikan oleh para manajer yaitu Manajer Produksi (MP), Manajer Sales (MS), Manajer Litbang (ML), serta Manajer Quality (MQ)

Anda     : berdasakan laporan finance, terlihat bahwa telah  terjadi penurunan pendapatan (revenue) perusahaan sebagai akibat merosotnya penjualan. Adakah yang bisa dilaporkan oleh masing-masing manajer mengenai masalah ini.
MS         : saya coba untuk menjelaskan mengenai produk yang kita jual .Sales kita sudah berusaha sungguh-sungguh untuk melakukan penjualan, walaupun dengan insentif yang terbatas mereka telah melakukan kreatifitas penjualan yang menurut saya telah meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, sayapun sebagai manajer penjualan telah memberikan target yang signifikan kepada para sales, walaupun pencapaian baru 90 % dari target yang saya tentukan, namun target tersebut saya rasa telah melampaui target dari tahun sebelumnya. Kita juga menyadari bahwa tidak semua sales mencapai target yang maksimal seperti yang kita harapkan, mengingat kurang lebih 40 % dari 70 salesman kita adalah orang baru dan cenderung memiliki kompetensi yang kurang. Penempatan produk kita di outlet-outlet penjualan dan cabang  kadangkala tidak teratur, dan berdasarkan pengamatan saya masih banyak sales kita tidak mampu menjelaskan mengenai sisi teknis dari produk yang akan dijual.. Kita tidak dapat melakukan promosi yang lebih baik , karena keterbatasan dana promosi. Semua masalah tersebut juga semakin diperparah oleh rendahnya kualitas barang yang kita produksi, banyak komplain yang masuk sebagai akibat dari cepatnya kerusakan yang dialami oleh kendaraan yang kita jual. Saya telah berusaha menjelaskan masalah ini ke kepala seksi Customer complaint  dan kepala seksi customer complaint  pun telah menghubungi manajer quality dan bagian produksi, tetapi bagian produksi selalu merasa berargumentasi bahwa produk yang dibuatnya telah memenuhi standard kualitas.
MP         : Memang bahwa manajer sales telah menyampaikan keluhannya kepada kami, namun disayangkan bahwa keluhan tersebut hanya terjadi hanya akhir-akhir tahun ini. Dua tahun lalu kami melakukan proses produksi yang identik dengan saat ini, mengapa dua tahun lalu penjualan justru bagus. Kami menganggap bahwa bagian sales hanya melakukan pembelaan diri karena kegagalan melakukan penjualan. Kami telah berusaha menjaga kualitas produk walaupun untuk itu kita sudah menurunkan Cycle Time dan tact time dari pekerja kami dengan harapan pekerja lebih teliti untuk melakukan pekerjaan. Walaupun untuk hal ini kami terpaksa melemburkan karyawan rata-rata 1 jam perharinya. Kami harapkan dengan bekerja lembur , pekerja memperoleh pendapatan tambahan untuk menghidupi kebutuhannya, dan bisa fokus kearah peningkatan kualitas. Memang ada pertanyaan dari karyawan kami yang menganggap bahwa lebih enak menjadi karyawan sales , walaupun penjualan menurun masih juga memiliki penghasilan yang lebih besar dari karyawan bagian produksi. Tanpa disadari banyak  karyawan di bagian produksi tidak termotivasi untuk melakukan improvement terhadap pekerjaan mereka. Secara standard kualitas produk, hasil kerja kami telah di cek oleh bagian quality. Dan bagian quality pun telah merekomendasikan bahwa defect per unit (DPU) sangat rendah, berkisar 0,3.
MS         : Kami juga mengetahui bahwa telah dilakukan pengecekan oleh bagian Quality, namun mengapa tingkat komplain tetap saja banyak. Berbagai bentuk komplain dilakukan oleh konsumen keluhan terbesarnya adalah banyaknya produk yang kita jual mengalami kerusakan  walaupun belum  dipergunakan. Dan berdasarkan statistik yang kami kumpulkan dari supervisor penjualan  bahwa penyebab dominan karena bocornya  kemasan. Apakah ini masalah design atau produksi ataukah kesalahan handling, Mungkin yang lebih memahami adalah manajer Litbang dan bagian produksi.
MQ        : Walaupun jumlah inspektor kami terbatas, namun metode yg kami pergunakan guna mengecek tingkat kesalahan merupakan metode terbaru dengan tingkat akurasi 0,1. kami yakin dengan metode ini tingkat kesalahan pengecekan oleh inspektor kami sangat kecil. Tidak banyak perusahaan kompetitor telah menggunakan metode ini. Kami menyadari bahwa dengan jumlah produksi yang cukup banyak perharinya, dan jumlah inspektor yang terbatas, kami terpaksa menurunkan jumlah sample yang diteliti. Walaupun demikian dengan kompetensi inspektor kami , penurunan sample ini tidak berdampak signifikan pada kualitas produk yang kami teliti. Justru dengan desain produk terbaru yang dikeluarkan kami bisa melakukan improvement terhadap proses kami. Disamping itu kami merasakan bahwa laporan yang masuk ke kami pendataan tidak akurat, mengingat petunjuk pengisian claim tidak dilengkapi oleh supervisor bagian penjualan sehingga kami susah untuk melakukan analisa lebih lanjut.
ML          : produk yg kami design dan dikeluarkan pada tahun 2006 merupakan hasil riset pasar. Kami yakin bahwa kesalahan ataupun turunnya penjualan tidak didasarkan pada kesalahan penelitian yang kami lakukan. Dari hasil penelitian terlihat bahwa hampir sebagian besar komsumen kita sangat menyukai produk kita. Kelemahan dasar dari konsumen kita adalah jarang membaca petunjuk yang kita terbitkan. Satu tahun terakhir ini kita telah menjual produk baru yang disertai oleh kertas petunjuk yang lebih mudah dibaca. Disamping itu kita juga mendapatkan bukti bahwa kompetitor kita selalu menganggap bahwa produk kita memiliki daya saing jual yang lebih baik daripada produk mereka. Kami telah melakukan uji teknis yg melibatkan bagian quality dan produksi, dan menurut kami bahwa produk yang kami kembangkan sudah memenuhi selera pasar, dan prinsipal kita telah memberikan penghargaan terhadap kinerja bagian litbang.
Setelah mendengarkan berbagai macam laporan, menjadi kewajiban anda untuk menarik resume dari problem ini, Untuk itu diharapkan anda mampu merumuskan hal apa yang menjadi dasar penyebab utama (root cause) dan saran-saran apa yang akan anda terapkan dalam penentuan perencanaan dan target kinerja pada tahun 2009 ini sehingga harapan dari pimpinan perusahaan induk untuk meningkatkan porsi pangsa pasar untuk tahun 2009 dapat dengan mudah dilaksanakan

Apakah anda bisa membantu memecahkannya ? Walaupun penulis memilki jawaban terhadap case ini, penulis rasa masing-masing pembaca dapat memiliki argumentasi untuk mencari solusi terhadap persoalan tersebut.

Kesalahan dalam pengelolaan kinerja.

Secara mendasar pengelolaan kinerja mencakup tiga aktivitas  utama yaitu; setting expectation of performance, managing performance dan recognizing performance. Setting expectation of performance meliputi segala aktivitas yang berkaitan dengan upaya me-link-kan rencana-rencana kinerja dengan strategy bisnis yang terintegrasi didalam organisasi melalui upaya mengaitkan rencana bisnis korporasi dengan strategi korporasi secara menyeluruh. Oleh karena itu semua fortofolio bisnis termasuk didalamnya company objectives harus dapat di turunkan menjadi rencana kinerja individu. Dalam konteks ini, masing-masing elemen baik itu korporasi, kelompok atau individu akan memiliki peran yang berbeda. Korporasi berperan menterjemahkan system dan strategi perusahaan kedalam ukuran-ukuran yang mudah dipahami oleh elemen organisasi yang lain. Disamping itu korporasi berperan untuk mesetting sasaran dan tujuan organisasional serta mengkomunikasikan kepada elemen dibawahnya. Peran kelompok pada dasarnya hamper mirip dengan peran korporasi, tentunya dalam lingkup yang lebih kecil dan sederhana. Peran individu dalam hal ini adalah menerjemahkan strategi kelompok dan organisasi menjadi action plan individu serta menyiapkan rencana-rencana pengembangannya.
Managing Performance meliputi segala aktivitas yang berkaitan dengan mengelola penerapan strategi dalam aktivitas operasional perusahaan. Masing-masing elemen  juga memiliki peran yang berbeda dalam konteks ini, Korporasi berperan untuk melakukan penelusuran hasil kinerja baik individu maupun kelompok melalui proses review yang konsisten serta memberikan feedback atas temuan-temuan kinerjanya. Peran kelompok disamping identik dengan peran korporasi dalam lingkup yang lebih kecil, juga berperan dalam menganalisa keberhasilan-keberhasilan kinerja kelompok serta menuangkan ke langkah perbaikan lebih lanjut. Sedangkan peran individu dalam mengelola kinerja lebih bertumpu agar implementasi kinerja dapat terkontrol dan sesuai dengan apa yang direncanakan serta selalu mengukur tingkat keberhasilan pencapaian KPI nya dan menemukan solusi-solusi guna pencapain kinerja pada tahap selanjutnya.
Recognizing Performance, meliputi segala aktivitas yang merupakan tindak lanjut hasil review kinerja. Setiap elemen tentunya memiliki harapan yang terukur terhadap proses kinerja yang dijalankan, yang pada umumnya mengacu pada hal yang identik dengan tujuan organisasi bisnis dimanapun yaitu menciptakan profitability dan juga growth. Pentingnya pengakuan terhadap kinerja menjadi pemicu keberhasilan kinerja tahap lanjutan.
Kesalahan pengelolaan kinerja pada umumnya disebabkan oleh kesalahan didalam menjalankan peran masing-masing di dalam tiga aktivitas utama tersebut. Oleh karenanya organisasi harus bisa menjamin semua peran dapat berjalan sesuai dengan porsinya. Upaya yang dapat dilakukan oleh semua elemn organisasi adalah dengan menciptakan system dan prosedur yang bisa dijadikan pedoman bagi setiap elemen dalam menjalankan perannya tersebut.
Disamping oleh adanya kesalahan peran, kesalahan pengelolaan kinerja juga disebakan oleh tiadanya Visi yang men-challenge setiap elemen organisasi untuk selalu melakukan terobosan dalam rangka peningkatan kinerja. Blumenthal dalam “Field Guide to Consulting and Organizational Development (2003)  menyebutkan bahwa peningkatan kinerja sangat dipengaruhi oleh satu atau lebih factor yaitu : Pertama, Organizational stability meliputi kemampuan organisasi menjalankan layanannya secara konsisten dan keberlangsungan organisasi ditengah segala macam bentuk perubahan. Konsistensi sangat dibutuhkan oleh organisasi untuk menjaga pertumbuhan dapat berjalan secara ajeg. Ketidakkonsistenan akan berdampak pada munculnya ‘kebingungan”, dan akhirnya membuat organisasi kehilangan arah. Banyak organisasi bisnis tidak memiliki visi yang jelas, dan kalaupun memiliki visi, visi tersebut tidak dipahami oleh elemen organisasi secara menyeluruh, dan bahkan kadangkala visi hanya menjadi sebuah hiasan tanpa makna. Kedua, Financial stability khususnya kemampuan untuk bertahan dalam jangka pendek. Sebagai sebuah gambaran sederhana, bila organisasi tidak mampu melakukan pembayaran tagihan-tagihan yang sifatnya berjangka pendek, maka akan akan membebani proses keberlangsungan kinerja jangka panjang, oleh karenanya setiap organisasi harus dapat mengelola cashflownya secara terukur dan merviewnya sebagai bagian dari aktivitas pernerapans tartegi dibidang financial. Ketiga, hal yang sering diabaikan adalah Program quality, berupa  indicator-indikator dampak termasuk didalamnya penelitian yg memadai mengenai efektivitas program2 yang dijalankan serta hasil dari penerapan system manajemen. Tidak bisa dipungkiri banyak eksekutif terjebak pada permainan tools dan strategy yang kadangkala perumusannya memerlukan expense financial yang besar, tanpa pernah melakukan review secara mendalam terhadap efektivitasnya. Program ISO yang pada awalnya secara antusias dijalankan, lambat laun dijalankan hanya untuk memenuhi persyaratan-persyaratan administrative perusahaan. ; keempat, organizational Growth, meliputi kemampuan mendapatkan sumberdaya dan menyiapkan layanan yang lebih baik. Problem ini merupakan problem klasik yang dirasakan oleh setiap perusahaan, kegagalan dalam memobilisasi sumber daya juga menjadi salah satu indikator apakah perusahaan akan survive dalam menjalankan bisnisnya. Memobilisasi sumber daya juga membutuhkan strategi yang baik dan waktu yang tepat. Oleh karenanya, eksekutif dan elemen-elemen manajerial harus mampu menciptakan cara bagaimana dapat memobilisasi sumberdaya secara efektif dan efisien.
Kembali ke pencapaian kinerja, tentunya setiap perusahaan memiliki cara dan alat yang berbeda dalam melakukan pengukuran terhadap kinerja perusahaan, ada yang menggunakan six sigma, ada yang menggunakan balance scorecard, ada yang menggunakan 7S dll. Terlepas dari itu, apapun tools yang digunakan, apabila manajemen tidak secara konsisten melakukan review dan memberikan feedback terhadap hasilnya, akan menyebabkan rencana-rencana kinerja tidak akan menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam konteks pencapain kinerja organisasi secara menyeluruh.

Selasa, 29 Mei 2012

keberagaman itu indah bro........

"Ya Tuhan, kenapa ku dilahirkan dan dibesarkan dalam kondisi yang berbeda dalam fisik, pikiran dan perbuatan, dengan Pak Dudung tetangga disebelah, dengan Sitorus anak buah dikantor, Surya Paloh bos Media Indonesia, atau SBY Presiden RI, apakah ini bagian dari KemahakuasaanMu, yang menciptakan keberagaman ini, kalau Ya, mengapa ada yang berfikiran bahwa segala sesuatunya kita harus sama?"
Bangsa ini dilahirkan oleh para pendiri bangsa dengan latar belakang yang berbeda, baik latar belakang aliran politik, pendidikan, agama, suku dan bahkan jenis kulit dan tinggi badanpun berbeda. Dari sejak kecil kita ditanamkan tentang betapa mashyurnya negeri ini. Terletak di garis katulistiwa yg membelah dunia, terdiri dari kurang lebih 250 suku bangsa dan bahasa, terbentang antara 2 samudera, 2 sirkum pegunungan, terdiri dari 13 ribu pulau (katanya), menjalani hanya 2 musim, terbagi atas 3 zone alam, 6 agama dan beberapa aliran kepercayaan yang berbeda. 2 kerajaan besar nusantara menguasai daratan hingga lautan dari madagaskar hingga ke kepulauan formosa, dan yg terpenting betapa kayanya negeri ini, bila kita merujuk hanya pada 4 hal saja. Pertama, kekayaan laut dan perikanan, negeri ini adalah negeri  kepulauan yg hampir 60 persen nya adalah laut, berapa persen kekayaan laut yang sudah terolah secara mandiri. Banyak pencuri ikan yg tertangkap dan berapa banyak yang belum tertangkap, seberapa kuat angkatan laut kita menjaganya, seberapa kuat nelayan kita untuk menangkap kekayaaanya, sementara harga solar selalu meningkat sepanjang masa. Sungguh mengenaskan, negara bahari dan kepulauan yang harus mengimpor ikan dari negara tetangga yg wilayah lautnya jauh lebih kecil dari kita. Kedua, kekayaan pertanian, perkebunan dan kehutanan, berjuluk paru-paru dunia, negeri ini terbelenggu oleh kekayaan hutannya. Akibat pembabatan hutan yang serampangan, negeri ini hanya mendapatkan imbas kerusakan lingkungan, perijinan perambahan dan alih fungsi yg dikelola hanya untuk kepentingan sesaat oknum-oknum yg alpa terhadap tanggung jawab sebagai anak bangsa, hutan yg seharusnya bisa dikelola dengan baik dan menjadi asset bangsa, sekarang hanya menjadi racun ' tujuh' turunan selanjutnya. Di sektor pertanian, dimana setiap tahunnya kita harus mengimpor beras dari negara tetangga, yg justru memiliki lahan yg lebih sempit dari kita, adalah ironi yg memalukan. Ketiga, kekayaan pertambangan, mana ada negeri yg memiliki keragaman tambang seperti negeri ini, minyak ada, gas ada, batubara melimpah, pasir besi, emas, nikel, tembaga, dll, menjadi pertanyaan besar, kemanakah larinya pendapatan dari sektor ini, selama ini? jangan-jangan kebanyakan salah urus ya, dan terakhir adalah kekayaan kebudayaan, negeri lain bisa tumbuh incomenya hanya karena banyaknya devisa yg masuk dari sektor pariwisata. Bagaimanakah dengan negeri ini? Dengan negara kecil tetangga seberang saja kita tidak berhasil mengalahkan jumlah kunjungan wisatawannya, apakah yg salah? keragaman tidak dijadikan sumber kekuatan, yg dipertentangkan hanya perbedaan. Indonesia merdeka karena keragaman, dan yakin akan bertahan bila keragaman dapat dikelola dengan sepenuh hati. Bukan hanya dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan politik  saja tapi harus dijadikan sumber kekuatan bangsa ini. Keberagaman adalah kodrati.. Keberagaman itu indah bro...

Beda, sama, beda, sama, kenapa kita harus beda dan harus sama, apakah harus?


Kehidupan manusia banyak dipengaruhi oleh bagaimana manusia tersebut berinteraksi dengan Lingkungannya, dalam artian bahwa ada dua kutub pengaruh yang terjadi  bahwa bagaimana manusia bisa menerima lingkungannya dan bagaimana manusia dapat diterima oleh lingkungannya. Posisi manusia yang dipengaruhi kedua kutub tadi  juga menentukan bagaimana dia dapat bertindak terhadap lingkungan yang mengitarinya maupun terhadap dirinya sendiri.
Lingkungan dasar manusia secara social adalah keluarga, tetangga, sebaya, kerja, masyarakat dlsb. Dalam menghadapi lingkungan yang berbeda, maka manusia juga dihadapkan pada dua kutub dasar, yaitu apakah manusia akan memberlakukan suatu perlakuan yang sama terhadap lingkungan tersebut, ataukah memberlakukan hal yang berbeda terhadap lingkungan tersebut. Demikian juga dari sisi lingkungannya sendiri, apakah lingkungan tersebut akan memberlakukan manusia secara sama ataukah secara berbeda.
Sama, beda, sama, beda, dst, lah yang melahirkan dorongan bagaimana perlakuan-perlakuan terjadi. Dorongan ini adalah berupa Nilai kehidupan yang dianut. Makanya seringkali terjadi bahwa mengapa seseorang berbeda atau merasa berbeda, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan nilai yang dianutnya. Perbedaan atau persamaan bukanlah suatu pernyataan benar dan salah, yang artinya bahwa berbeda dapat benar dan dapat juga salah, tergantung dari sudut mana manusia itu melihatnya.
Selama proses tersebut, manusia dibekali Tuhan oleh 3 kekuatan besar yang tidak boleh diabaikan yaitu Akal (intellectuality), kalbu (emotion) dan Jasmani (Fisiology) . Ketiga kekuatan besar tersebut tumbuh sejalan dengan interaksi manusia dengan lingkungannya. Seseorang dapat memiliki akal yang sehat, tapi bila tidak ditopang oleh kalbu dan jasmani yang sehat, niscaya orang tersebut belumlah dapat dikatakan sempurna. Selama proses tersebut, ada dua faktor penopang mengapa manusia menetapkan sebuah nilai untuk dianut/sebagai acuan. Kedua factor tersebut adalah Kerangka Pemikiran (frame of reference) dan Kerangka Pengalaman (frame of experience). Seringkali ketika seseorang akan melakukan tindakan, seseorang bertanya “dulunya bagaimana?”, dalam hal ini orang tersebut telah memunculkan atau memanggil kembali “memori” pengalaman yang mengacu pada aspek situasi dan kondisi (sikon) yang melingkupi permasalahan tersebut. Pada kondisi-kondisi inilah sering terjadi ke “kaku” an. Ada yang cenderung begitu mudahnya menerima perubahan, ada yang dapat mencerna dengan baik perubahan tersebut dan ada pula yang cenderung menentang setiap perubahan yang terjadi. Penentangan dan penerimaan terhadap perubahan sendiri juga  bukan suatu hal benar dan salah dan juga banyak penyebabnya, apakah karena trauma, tantangan  dan bahkan kadangkala oleh ketakutan yang berlebihan. Joseph Addison menyebutkan, ” Orang yang sudah nyaman di lingkungannya , biasanya memusuhi perubahan”. Apakah anda salah satu diantaranya ? Perubahan sendiri pada dasarnya merupakan sebuah sintesa dan antitesa yaitu perubahan alami tidak akan terjadi bila manusia dan lingkungan  tidak menghendakinya. Perubahan tidaklah perlu ditakutkan, kecuali anda tergolong dalam apa yang diungkapkan oleh Joseph Adiston diatas. Soeharto (“Bapak Pembangunan”)  mengingkari nilai dan kenyataan bahwa dunia menumbuhkan dan tumbuh dari perubahan itu. Jatuhlah ia, tapi akankah nilai yang dianutnya akan jatuh kembali mengacu pada aspek “beda, sama, beda, sama” tersebut diatas. Suatu saat tidakkah menutup kemungkinan ia akan dianggap sebagai pahlawan oleh jaman yang “berbeda”?.
Akal, kalbu, dan jasmani haruslah “selaras”, dari manakah awalnya? Seseorang dilahirkan ke dunia dengan penuh pengharapan akan menjadi orang yang “baik”, “berbudi luhur”, dll dan sekali lagi dll. Tapi akankah dapat dibayangkan bila harapan tersebut bisa terpenuhi bila selama proses mengandung, sang ibu mengalami tekanan psikologis yang berat, jasmani yang tidak sehat dan bahkan emosi yang tidak stabil. Akankah pengharapan itu terpenuhi ketika si anak lahir untuk makan saja orang tua mereka tidak sanggup memenuhinya atau tidak ada contoh yang baik dari kedua orang tuanya. Akankah pengharapan tersebut bisa terpenuhi bila si anak menginjak dewasa hari-harinya penuh diwarnai pertengkaran orang tua, hidup dalam lingkungan teman yang tidak ber ”pembelajaran”, maling, jambret, tawuran, narkoba dll. Akankah pengharapan tersebut dapat terpenuhi bila ketika ia bekerja, ia hidup dalam lingkungan pejabat dan rekan yang penuh dengan korupsi, intrik, klik-klikan, dan laporan ABS (asal bapakne seneng). Ingat akal, kalbu, dan jasmani merekam itu semua dalam memori pikiran, hati dan badan  manusia. Disadari dan tidak disadari rekaman-rekaman tersebut akan muncul baik diminta atau tidak. Janganlah kita menyalahkan seseorang yang tidak se nilai dengan kita, karena nilai yang dianut diperoleh dari cara rekam-merekam tersebut. Bisa terjadi orang tersebut salah merekam (benar salahnya merekam dan yang direkam). Atau juga kita sendiri salah merekam apa yang direkam oleh orang lain. Bila hal ini ingin dihindari, maka apakah yang harus diperbaiki? Perbaikilah Proses Pembentukan Memori Dasar.
Berdasarkan masukan pada saat pelatihan, Proses pembentukan Memori dasar mengikuti langkah-langkah sebegai berikut :
0 – 3 Tahun adalah fase :
a.   Menyimpan, pada fase ini hati-hatilah karena pada kurun ini anak anda, disadari atau tidak, disengaja atau tidak akan merekam semua yang dirasakan melalui panca inderanya. Pada kurun ini akan muncul proses penentangan. Kebohongan, ketidakbijaksanaan akan diuji oleh pertanyaan-pertanyaan lugu mereka.
b.   Identifikasi, fase ini si anak sudah mengenali bentuk-bentuk tertentu yang dirasakan oleh panca inderanya.
c.   Re-call, fase ini si anak sudah mulai memanggil ulang memori mereka, apa yang disampaikan oleh kedua orang tuanya akan mulai dimunculkan sedikit demi sedikit.
d.   Persepsi, fase ini persepsi sedikit demi sedikit telah muncul.
3 – 5 tahun adalah fase perkembangan persepsi tahap 1
5 – 7 tahun adalah fase perkembangan persepsi tahap 2
7 – 9 tahun adalah fase perkembangan persepsi tahap 3
11, 15, 17, 19, 21, 25 tahun adalah fase kedewasaan (maturasi)
Dalam fase-fase tersebut akan terlihat apakah proses rekam-merekam itu tepat. Apakah cara merekamnya dan yang direkamnya benar. Ini menjadi perhatian yang bersangkutan dan lingkungannya.
Bagaimana kalau sudah salah merekam? Ini tentunya memerlukan suatu therapy khusus, yang bersangkutan harus lebih sering diajak berkomunikasi dengan isi yang sesuai dengan fase-fase pembentukan memori diatas. Peran orang tua sangat besar pengaruhnya dalam proses ini karena dalam proses therapy ini factor penerimaan dan penolakan sangat mendominasi. Oleh karenanya kedekatan jarak fisik maupun jarak psikologis haruslah terus ditata dengan si anak yang bersangkutan. Bila tidak terjadi kedekatan tersebut, keterbukaan hati dan perasaan tidak akan terjadi, sehingga apapun isi dari yang dikomunikasikan sangat sulit untuk dapat dicerna dan dapat menggerakkan sebuah tindakan yang saling menguntungkan.
Apakah manfaat pengetahuan ini dalam dunia kerja? Seseorang cenderung apriori bahwa pandangannya adalah yang benar dan paling benar. Ketika orang tersebut menemukan dan berinteraksi dengan orang yang sama akan cenderung terjadi ketidakcocokan, ujung-ujungnya adalah terjadinya konflik, saling caci, menyalahkan baik secara terang-terangan, ataupun bergerilya membangun opini untuk mencari dukungan. Akankah ini memberikan aspek sinergitas bagi terciptanya kerjasama untuk mencapai tujuan bersama, kemungkinan besar tidak. Sejauh pemikiran, konflik dan pertentangan hanyalah berdampak pada siapa yang menang, siapa yang kalah, siapa yang pinter siapa yang guoblok, siapa yang jagoan siapa yang kroco dan seabrek siapa yang..siapa yang.. Kelemahan dasar karena kita menutup kuping kita rapat-rapat, tidak mau dan gengsi untuk mendengarkan, dan bahkan menganggap bahwa orang lain tidak memiliki “mulut” yang mampu bersuara seperti apa yang kita miliki. “seek first to understand and then to be understood” kata covey, sangat relevan untuk dicatat. Bagaimana kita paham diri kita kalau kita tidak mencoba memahami orang lain katanya. Dengan menolak untuk mendengarkan berarti kita menolak untuk melakukan perekaman. Menolak perekaman untuk kepentingan diri sendiri berarti juga menolak merekam apa yang telah direkam oleh orang lain. Ini adalah bentuk apriori dari prilaku dan sikap individu. Bila hal ini terjadi dalam dunia kerja maka prioritas pekerja bukan menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya  melainkan menyelesaikan masalah-masalah yang muncul dari interaksinya sendiri. Sungguh tidak berguna, dan menyedot perhatian dan tenaga yang cukup besar. Jadi beda, sama, beda, sama dst. bukanlah masalah benar dan salah tapi masalah mau menerima dan tidak menerima yang lahir dari mau mengurangi ego dan tidak mengurangi ego masing-masing. Love is live, live is love, 19 Sept 2002

Implementasi Risk Management dalam Hubungan Industrial


Peringatan Hari Buruh Sedunia , yg selalu dirayakan tanggal 1 Mei setiap tahunnya, acapkali dijadikan momentum bagi buruh/pekerja di Indonesia maupun di dunia dalam menggaungkan ide-ide perjuangan buruh  melalui upaya menempatkan buruh dalam posisi  yang sama dan berimbang dalam konteks mikro maupun  makro ekonomi, serta dalam konteks social dan politik negara. Walaupun kebanyakan ide tersebut belum mampu diterapkan secara nyata dalam rangka perjuangan hak-hak untuk mendapatkan porsi yang adil dalam hubungan ketenagakerjaan, namun semangat untuk selalu menggaungkan ide-ide tersebut setiap tahunnya tidaklah pernah pudar.
Bila kita cermati  pergerakan pekerja dan serikat pekerja/buruh di Indonesia secara lebih mendalam, maka kita temukan banyak sekali fenomena yang cukup menarik dari kemunculan serikat pekerja.buruh serta ide-ide yang diperjuangkannya. Berkaitan atau tidak dengan pertumbuhan serikat buruh/pekerja di dunia, sejak krisis moneter tahun 1998, banyak sekali tumbuh serikat buruh/pekerja baru di Indonesia, yg memiliki keinginan  awal untuk membantu para pekerja dalam memperjuangkan haknya sebagai akibat PHK besar-besaran yang dialami pada saat itu, dimana jutaan pekerja tidak memperoleh pesangon yang memadai dan  hilangnya sumber pendapatan rutin mereka secara tiba-tiba. Para pengusaha yang juga mengalami krisis, tidak sanggup membayar pesangon bagi para pekerjanya, dan guna mengamankan bisnisnya, berupaya melakukan efisiensi dan restrukturisasi bisnis, yang berdampak tidak hanya penutupan usaha tapi juga  pengurangan tenaga kerja.
Dalam konteks penyelamatan bisnis tentunya sah-sah saja bagi pengusaha untuk melakukan efisiensi melalui pengurangan tenaga kerja, namun upaya tersebut tidaklah mudah dapat diterima oleh logika pekerja. Walaupun beberapa perusahaan besar menyatakan bahwa pengurangan karyawan merupakan langkah terakhir, namun realita bisnis saat itu menunjukkan data yang bertentangan dimana angka-angka pengangguran meningkat secara signifikan.
Tumbuhnya serikat pekerja ini juga diwarnai oleh ketidak percayaan para pekerja kepada satu-satunya wadah tunggal serikat pekerja/buruh pada saat itu (FSPSI)  berdiri tahun 1973, yang lebih dipandang sebagai perpanjangan tangan rejim orde baru dalam mengontrol peran pekerja/buruh, dan lebih sebagai upaya kamuflase kepentingan komunikasi internasional dimana dengan adanya FSPSI memberikan pesan bahwa pemerintah Indonesia tidak alergi adanya serikat pekerja atau  tidak melarang berdirinya serikat pekerja di Indonesia. Walaupun di awal tahun 90-an telah berdiri 2 serikat buruh independen yaitu Serikat Buruh Merdeka Setia Kawan (SBM-SK) tahun 1990 dibawah pimpinan HJC. Princen, dan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) tahun 1992 dibawah pimpinan Mochtar Pakpahan, tetapi keduanya tidaklah diakui oleh pemerintah. Angin segar berhembus ketika pemerintah melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5 tahun 1998, melakukan reformasi perburuhan dengan memberikan keleluasaan berdirinya Serikat Buruh, sekaligus meruntuhkan rejim tunggal organisasi buruh di Indonesia. Momentum ini benar-benar dimanfaatkan oleh para tokoh serikat pekerja pada saat itu, yang tidak mendapatkan ruang yang cukup pada masa orde baru sebelumnya.
Reformasi perburuhan ini diperkuat oleh adanya ratifikasi terhadap Konvensi ILO no. 87 tentang kebebasan berserikat oleh pemerintah B.J. Habibie dan semakin diperkuat oleh Presiden Abdurrahman Wahid dengan diundangkannya Undang Undang No. 21 tahun 2000 pada tanggal 4 Agustus tahun 2000, tentang Undang-Undang Serikat pekerja yang mengatur tata pembentukan, keanggotaan , pemberitahuan dan pendaftaran serta hak dan kewajiban pekerja dan serikat pekerja. Manfaat dengan dibukanya kran ini bagi pemerintah adalah banyaknya organisasi yang bisa menampung bola “liar” masalah-masalah perburuhan pada awal krisis ini dan bisa menyalurkan secara konstruktif dan terstruktur kepada pemerintah sehingga  tidak berujung pada demontrasi yang cenderung mengarah kepada anarki, yang dapat merugikan perkembangan bisnis saat itu.
Disisi lain eforia kebebasan berserikat yang diterima oleh pekerja/buruh belumlah searah dengan visi pemerintah tersebut. Pekerja lebih fokus pada 2 isu real saat itu yaitu bagaimana mendapatkan pekerjaan dengan lebih mudah, menggeser posisi dari pengangguran menjadi status bekerja serta  bagaimana mempertahankan pertumbuhan upah yang selalu mereka anggap tertinggal dibandingkan dengan pertumbuhan harga-harga kebutuhan pokok. Oleh karena itu, maka pertumbuhan keanggotaan Serikat pekerja/buruh pada awal reformasi cenderung tumbuh pada sektor industri yang cukup rentan terhadap krisis yaitu sektor manufaktur, pertambangan dan perkebunan, dan juga sector perbankan. 
Peran serikat buruh pada fase awal cenderung idealistik, dengan memperjuangkan ide-ide yang cukup “membumi” seperti penentangan terhadap PHK, kenaikan upah serta perluasan lapangan kerja. Ibarat “api” dalam “minyak” pekerja, ide tersebut sangat mudah dapat diterima oleh para pekerja. Namun ada nuansa kontradiktif, walaupun pertumbuhan serikat pekerja/buruh cukup subur, namun dirasa mereka masih bermain dalam “periuk” yang sama. Banyak serikat buruh/pekerja yang berebut anggota pada satu perusahaan yang sama, sehingga fenomena satu perusahaan terdiri lebih dari satu serikat pekerja/buruh mulai bermunculan pada fase-fase awal perkembangannya. Data resmi menunjukkan hingga akhir tahun 2007 ada 3 Konfederasi Serikat pekerja (KSPSI, KSBSI dan KSPI) dan tercatat ada 86 federasi SP/SB, serta ribuan SP/SB dalam lingkup perusahaan (SPTP). Sedangkan secara Nasional berdasarkan data terbaru Pusdatinaker Depnakertrans RI, tahun 2008, tercatat dan telah secara resmi didaftarkan sebanyak  12.138 Serikat pekerja, 160 Federasi Serikat Pekerja dan 56 Konfederasi Serikat Pekerja yang memiliki perwakilan disebagian besar provinsi di Indonesia (jumlah ini bisa merupakan afiliasi terhadap konfederasi yg sama).
Sejalan dengan perkembangan waktu, Arah perkembangan SP dan SB semakin meluas yang tadinya hanya bergerak di sektor manufaktur lambat laun meluaskan jaringannya hingga ke sektor Jasa perdagangan, keuangan, transportasi, pos, kelistrikan,perkebunan, dan lain-lain, dan bahkan juga pada perusahaan-perusahaan yang berstatus badan usaha milik negara. Demikian juga eskalasi keanggotaanya, tidak hanya kaum kerah biru (pekerja level bawah) tapi sudah merambah kaum kerah putih (eksekutif atau manajerial). Dampak pergeseran ini terlihat dari pola pengembangan SP/SB yang cenderung lebih modern dan progresif. Pada awalnya SP dan SB dominan di pimpin oleh tokoh-tokoh informal yang memiliki kesan kepemimpinan yang berakar kuat, oleh karena tumbuh dalam iklim yang sama dan bener-benar dari bawah. Ide perjuangan cenderung bersifat mikro berdasarkan phenomena nyata kehidupan pekerja di dalam sebuah perusahaan. Penyelesaian konflik industrial antara pekerja dan pengusaha merupakan tempat yang empuk bagi pemimpin buruh informal ini, dan merupakan ajang pencitraan diri guna posisi pada level yang lebih tinggi. Namun sejalan dengan perkembangan waktu, pemimpin SP/SB saat ini telah dipimpin oleh tokoh-tokoh buruh yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dan bahkan banyak diantaranya merupakan lulusan-lulusan perguruan tinggi asing, memiliki jaringan internasional yang kuat yang sangat memudahkan dalam pendanaan perjuangan mereka. Oleh karenanya, ide-ide yang dikembangkan tidak lagi bersifat mikro (dalam satu perusahaan), cenderung lebih makro dalam tatanan pemikiran perburuhan nasional. Posisi kepemimpinan buruh tersebut, memiliki posisi tawar yang lebih kuat dari pada pemimpin-pemimpin buruh sebelumnya. Oleh karenanya banyak sekali tokoh buruh dewasa ini menjadi incaran partai-partai politik, yang tidak hanya ingin mendapatkan ide-ide perjuangan buruh tetapi juga harapan dukungan yang bersifat masiv dari anggota serikat buruh yang dipimpinnya.
Dalam konteks dukungan yang masiv ini, dimana disertai kemunculan figure-figure pemimpin buruh yg kharismatis, juga menjadi ajang “lirikan” dan perebutan kepentingan  dari parpol yang ada. Ini tidak terlepas dari tiga orientasi yg menjadi focus dari perjuangan Buruh yaitu perjuangan kelas, perjuangan social dan pasar.. Banyak tokoh buruh yg memiliki kedekatan fisik dan bathiniah dengan partai politik tertentu, dan bahkan tidak sedikit yang tergoda masuk ke jalur birokrasi dengan menjadi penasehat di lembaga2 pemerintah yg mengelola masalah ketenagakerjaan dan juga komisaris di beberapa BUMN. Dengan masuknya buruh dalam lingkaran politik diharapkan perwakilan Buruh dapat mengimplementasikan strategi perjuangan kelas yg dapat mempengaruhi proses dan output kebijakan politik di bidang perburuhan. Pergeseran kepentingan dari pergerakan buruh yg awalnya hanya bermain dalam tataran organisasi perusahaan lambat laun bergerak kearah pembuatan kebijakan.
Sejak di lahirkannya UU yg mengatur pendirian serikat pekerja, banyak serikat pekerja baru muncul oleh karena mudahnya syarat pendirian serikat pekerja/buruh yg hanya membutuhkan minimal 10 pendukung, juga banyak para pekerja yg merasa tidak terwakili kepentingannya oleh serikat pekerja yang ada. Akibatnya seringkali kita temui di satu perusahaan terdiri lebih dari satu serikat pekerja. Tentunya hal ini sedikit merepotkan pengusaha ketika harus menghadapi lebih dari satu serikat pekerja dalam perusahaan yg belum tentu memiliki visi dan misi yg sama dalam pengembangan organisasinya. Perang ide dan gagasan seringkali muncul diantara serikat pekerja dalam rangka memperoleh dukungan dari anggotanya, anggota serikat pekerja lainnya, maupun dari pekerja yg belum bergabung dalam serikat pekerja. Yang terjadi adalah sering berlarut-larutnya pengambilan keputusan dalam rangka penyusunan PKB oleh karena keinginan untuk menempatkan misi Perjuangkan pasar dimana para pekerja ingin diposisikan sebagai elemen kunci dari kemajuan perusahaan dan pembela pekerja lain dalam hal kesejahteraan.
Perjuangan buruh dalam konteks pasar dan kelas, telah merobohkan tembok-tembok pembatas keorganisasian perusahaan. Banyak serikat buruh yg berafiliasi dengan serikat buruh diluar perusahaan dan ini menunjukkan adanya keinginan bahwa perjuangan buruh tidak hanya berhenti pada tataran perusahaan dimana mereka bekerja. Mereka ingin berperan sebagai agen social, yang berusaha menghubungkan peran personal mereka dengan peran social mereka di masyarakat. Oleh karena itu banyak sekali isu-isu dalam satu perusahaan dapat dengan mudah menggelinding ke perusahaan lainnya. Wujud eksistensi dan pengakuan social sering mewarnai berbagai demo buruh atau pekerja akhir2 ini. Banyak kita temui, demo buruh yang menutup akses-akses public oleh karena perjuangannya ingin dikenal atau diketahui oleh masyarakat, walaupun bentuknya cenderung tak simpatik, namun beberapa demo yg terjadi sempat membuat ‘gerah’ birokrasi pembuat keputusan. Ekses dari perjuangan social juga ada, banyak sekali juga kita dengar, buruh/pekerja yg mengalami bentrok dengan pekerja lain oleh karena kesalahpengertian tentang peran social itu sendiri. Sweeping-sweeping liar banyak dilakukan untuk menarik simpati, yg sebenarnya tidak simpatik.
Begitu energik dan masivnya gerakan buruh/pekerja ini, membuat beberapa perusahaan menjadi lebih concern terhadap gerak-gerik pekerjanya. Langkah-langkah restrukturisasi organisasi dan program dilakukan secara energic dan masiv juga. Banyak perusahaan membentuk departemen atau seksi yg mengelola langsung masalah organisasi pekerja ini. Mereka merasa perlunya adanya organisasi yg berinteraksi secara intens dengan pekerja. Perkembangan ini sedikit merisaukan dari sudut pandang komunikasi oleh karena peran-peran komunikasi yg dahulunya dilakukan oleh atasan sedikit demi sedikit bergeser kearah serikat pekerja. Akibatnya pola komunikasi atasan cenderung yang bersifat formal yaitu yg berkaitan dengan tugas dan target kinerja saja.
Bila dicermati resiko yang dihadapi oleh pengusaha terhadap phenomena perburuhan ini tentunya semakin meningkat. Oleh karenanya banyak perusahaan menempatkan masalah ini sebagai bagian dari resiko bisnisnya (Risk Management). Apakah itu Risk management dalam konteks hubungan industrial? Dalam penataan peran hubungan industrial, perlu disiapkan adanya satu platform bersama yang berisikan pemetaan terhadap kondisi bisnis dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat menghalangi proses bisnis dapat berjalan dengan baik dilihat dari perspektif ketenagakerjaannya.  Menyatupadankan antara pemetaan kondisi saat ini dengan kondisi harmonisasi pada masa yang akan datang menjadi PR bagi semua lini manajerial.  Manajemen puncak organisasi sangat meyakini bahwa harmonisasi dan kondusiftnya hubungan antar stake holder adalah salah satu kunci utama keberhasilan organisasi perusahaan tersebut.
Oleh karena ini banyak program dirancang oleh bagian hubungan industrial, baik itu sendiri maupun bersama-sama serikat guna menjaga hubungan yg harmonis ini. Secara konseptual risk management dalam konteks hubungan industrial dibagi menjadi dua kajian yaitu internal risk dan external risk. Internal risk adalah resiko yg mungkin muncul akibat stimulus yang datangnya dari dalam organisasi seperti resiko yg berkaitan dengan produksi, penjualan, kebijakan pengelolaan organisasi serikat pekerja, komunikasi keorganisasin dan juga event-event perusahaan. Sedangkan external risk lebih mengacu kepada resiko yg muncul dari luar, sepertinya perubahan-perubahan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi, ketenagakerjaan, maupun di bidang siosial politik. Kesemua risk ini haruslah di petakan dan dijadikan kerangka pijakan dalam merumuskan kebijakan perusahaan secara umum maupun yg khusus menyangkut ketenagakerjaan.
Isu- isu sentral perjuangan buruh saat ini, selain system pengupahan adalah terutama berkaitan dengan keamanan bekerja, status karyawan outsourcing dan jaminan social bagi pekerja. Isu ini sangat keras gaungnya, oleh karena itu setiap perusahan mersa perlu untuk menempatkan isu ini sebagai pemetaan yg utama dari risk managementnya. Setiap perusahaan hendaknya menempatkan risk management dibidang hubungan industrial sebaga salah satu “rambu-rambu” yang mengguide organisasi menuju arah yang lebih baik, dengan meniciptakan program-program yg tepat dan menempatkan focus hubungan industrial sebagai suatu yg penting dan bukan yg bersifat sambilan.