Memberikan pembelajaran kepada
mahasiswa tentang kinerja ibarat kita berada di depan sebuah cermin, memandang
dari ujung rambut hingga ujung kaki, apakah yang kita sampaikan juga
menggambarkan apa yang telah kita
lakukan. Seperti pada umumnya pembelajaran prilaku manusia (behavioral study) sangatlah tidak mudah, berbeda dengan saat kita
mencari guru ataupun dosen yg berbicara tentang manajemen yang mengupas
pembelajaran teoritis, tentulah sangat berbeda. Memberikan pembelajaran tentang prilaku
seperti ibarat “menguliti” diri sendiri, oleh karena ada mirror effect didalamnya. Logika
sederhana terlihat dari ilustrasi berikut yang dicontohkan oleh susahnya siswa untuk
diajarkan untuk memerangi korupsi oleh dosen yang mereka ketahui sering suka korupsi, minimum korupsi waktu saat
mengajar. Dapatkah orang mempercayai seorang Dr., ketika ingin mengobati sakit
flu, sementara Dr. yang mengobati sedang batuk-batuk di depan pasien tersebut.
Kepercayaan pasien bisa saja luntur, dan obat apapun rasanya tak manjur.
Pembelajaran kinerja sangat
berkaitan dengan pembelajaran tentang sebuah system. Banyak elemen yang
terlibat dalam system tersebut. Kita tidak hanya dihadapkan pada output apa yg
dihasilkan tetapi juga berhadapan dengan proses yang dijalankan dan input apa
yang diberikan. Oleh karenanya, ketika kita melakukan pembelajaran kinerja,
cenderung ada tuntutan untuk melihatnya secara lebih holistic.
Praksis Kinerja
Bila kita merujuk pada
teori-teori manajemen, banyak sekali tokoh ataupun pengkaji masalah kinerja
memiliki definisi-definisi yang berbeda tentang kinerja, ada yang melihat
kinerja dari sudut pandang proses, ada yang melihat dari sudut pandang output
dan ada yang melihat dari sudut pandang input. Dan dari sekian banyaknya defines-definisi
yang ada, tentunya bukanlah sesuatu yang harus kita perdebatkan, dan merupakan
sesuatu yang sah-sah saja bila para pemerhati kinerja mengambil mana definisi
yang tepat untuknya. Agar tidak seperti halnya seorang buta meraba seekor
gajah, maka perlu rasanya kita mendefinisikan kinerja itu seperti apa
gambarannya. Bila tidak bisa menciptakan
definisi, kita dapat meminjam definisi secara komprehensif masalah kinerja yang
sudah ada, untuk dijadikan acuan. Sebuah diskusi yang dilaksanakan di Nova South
Eastern University, merumuskan pengelolaan kinerja sebagai “An iterative process of goal-setting, communication, observation and
evaluation to support, retain and develop exceptional employees for
organizational success.” Dari perspektif definisi ini ada beberapa
terminology yang harus dicermati lebih lanjut yaitu adanya focus perhatian
terhadap process, goals setting, communication , observation, evaluation,
retain development and organizational success.
Mengacu strategi manufacturing
Jepang, bahwa output yang baik dihasilkan oleh proses yang baik. Oleh karenanya
banyak industry Jepang sangat aware terhadap proses yang mereka jalankan. Banyak
prosedur dan standard diciptakan agar proses tetap ajeg sehingga qualitas tetap
terjaga. Banyak terminology muncul untuk menunjang hal ini, dimana kebanyakan
diantaranya lahir sebagai akibat keinginan melakukan peningkatan
berkesinambungan (Kaizen). Mungkin tidak asing ditelinga kita tentang
konsep-konsep TPM, TPS, QCC/SS, 5S, Jishuken, six sigma dan beberapa terminology
lainnya, yang banyak relevansinya dengan pencapaian output kinerja.
Sejalan dengan konsep tersebut,
Jack Welch atau lebih dikenal dengan “neutron
jack” , former CEO GE periode 1981 - 2001 melakukan transformasi bisnis dengan
penekanan pada pentingnya pengelolaan
dan perbaikan proses ditempat kerja melalui
minimalisasi birokrasi yang ada, akan dapat mempercepat proses bisnis. Program lean manufacturing yang dijalankannya
membawa pertumbuhan bisnis yang begitu cepat. Lean management yang dijalankan mengacu pada upaya pengurangan
birokrasi bisnis yang terjadi di GE, jauh terjadi sebelum Welch memegang jabatannya.
Program ini semakin berkembang sejak Welch mengadopsi program six sigma yang telah di praktekkan di
Motorola Inc. Walaupun program ini tidak begitu popular awalnya, oleh karena
terjadinya pengurangan karyawan dari 411 ribu karyawan di akhir 1980 menjadi
299 ribu di akhir 1985, oleh karena penualan sebagian besar bisnis yang
menurutnya tidak berjalan baik, namun akhirnya mendapatkan penghargaan dan
banyak menjadi rujukan eksekutif di perusahaan lainnya , mengingat apa yang
ditempuh membawa dampak yang cukup signifikan bagi bisnis GE. Apa yang
dilakukan oleh Jack Welch, adalah merupakan bagian dari upaya untuk
meningkatkan kinerja GE, dengan melakukan restrukturisasi terhadap bisnis GE
yang tidak efisien. Perbaikan proses bisnis merupakan cara untuk mencapai
output kinerja yang excellent.
Selain jack Welch, Steve Jobs, CEO
Apple, adalah salah satu eksekutif yang
dianggap berhasil menjalankan transformasi bisnisnya , setelah keluar dari Hewlett
Packard, Steve bergabung ke Apple dan melalui ide-ide kreatifnya Steve Jobs berhasil
membawa Apple menjadi perusahaan yang cukup disegani di industri teknologi computer.
Sejak bergabung dengan Steve Wozniak, pendiri Apple, Steve dipercaya untuk
memimpin dan mengembangkan produk Apple beserta softwarenya. Sejalan dengan
berbagai ide gagasannya bersama Wozniak, Steve juga mengalami pasang surut
didalam mengembangkan produk-produk Apple tersebut. Sejak munculnya Apple I dan
dilanjutkan Apple II dengan teknologi memori tampilan tahun 1977 yang cukup spectacular,
nama steve Jobs mulai dikenal dikalangan industry teknologi Komputer, sebagai
seorang yang memiliki talenta di industry ini. Tidak hanya keberhasilan, banyak
juga produk yang dirancangnya mengalami kegagalan di pasaran, seperti Apple
III, Apple Lisa, dan Macintosh Portable. Walaupun product-product ini mengalami
kegagalan, tetapi patut diakui bahwa product tersebut menjadi tonggak
pengembangan teknologi computer kedepannya. Apple III merupakan pelopor
reformasi computer meja saat itu, walaupun adanya kegagalan akibat
dihilangkannya fungsi pendingin, memacu para innovator untuk menciptakan fan
pendingin yang lebih simple dan praktis. Apple Lisa terkenal dengan konsep
grafik-intensif dan icon friendly nya, kembali product ini mengalami kegagalan
oleh karena mahalnya komponen sehingga harga jual menjadi mahal. Apple Lisa
menjadi tonggak yg cukup berharga dalam menciptakan tenologi computer pemuka
grafis yang lebih simple. Proyek ini kemudian dilanjutkan dengan pembuatan
produk bermerk macintosh, diharapkan program ini akan menyamai project Lisa
dalam bentuk yang lebih kecil. Macintosh walaupun di Apple tidak berkembang
pesat, namun teknologinya sempat mengilhami Bill Gates dari Microsoft dalam
menciptakan Teknologi Windows. Product terbaru yang mengarah teknologi
komunikasi yang menghjibur diciptakan. Imax, Ibox, Iphone, Ipod dan yang terakhir
Ipad menjadi product innovative yang
sangat dikagumi dan penjualannya pun sangat signifikan. Namun Steve Jobs
sendiri tidak dapat menikmati hasil
karyanya dalam waktu yang lama, oleh karena nyawa yang terenggut oleh penyakit
yang cukup lama dideritanya pada tnggal 5 oktober 2011. Apa yang dilakukan oleh
Steve Job adalah refleksi dari continous improvement dalam menciptakan output yang
spektakuler, dan wujud upaya pencapaian kinerja yang excellent.
Problem kinerja
Dari dua contoh pembelajaran
diatas, kita mengamati bahwa proses pencapaian kinerja yang excellent kadangkala lahir dari suatu
proses yang tidak singkat, dan bahkan kadangkala diwarnai oleh proses turn around bisnis yang begitu dinamis. Tapi ada hal yang
perlu diperhatikan dari dua kasus pembelajaran tersebut, yaitu adanya pola
pengelolaan kinerja yang dirasa cukup tepat bila dilihat dari perpektif iterative process of goal-setting,
communication, observation and evaluation to support, retain and develop
exceptional employees for organizational success. Dari iterative process kita
melihat bahwa keduanya menerapkan continous
improvement yang tepat walau dengan perspektif yang berbeda, Welch lebih
mengutamakan pada lean stategy-nya dengan
menghilangkan birokrasi sedangkan Steve lebih cenderung kearah innovation-nya dengan penciptaan
produk-produk yang sangat inovatif. Keduanya benar-benar sangat konsisten dan
persisten dalam menstranformasikan strategi tersebut kedalam action plan mereka. Dari perspective
communication, kita bisa melihat stake
holder communication nya sangatlah mengenai, baik yang sifatnya organizational communication maupun dari
perspektif marketing communication.
Munculnya kepercayaan dari owner dan atasan justru memberikan peluang kepada
mereka untuk menunjukkan kemampuannya. Seperti diketahui bahwa Jack Welch pun
pernah akan keluar dari GE, tapi berkat pendekatan dan komunikasi Reuben Gutoff,
atasannya pada saat itu dengan mengajak makan Welch dan istrinya di Restoran
Yellow Aster, dan berbicara berjam-jam untuk meyakinkannya agar tidak keluar
dari GE, berhasil meyakinkan Welch bahwa yang bersangkutan sangat dibutuhkan
untuk mengembangkan GE. Demikian juga Steve, Steve pernah keluar dari Apple dan
membentuk perusahaannya sendiri NeXT. Upaya Apple mengakuisisi NeXT, guna menyelamatkan
bisnisnya, menunjukkan bahwa Steve Jobs merupakan orang yang dirasa tepat untuk
memimpin Apple, dan ini dibuktikannya dengan hasil karya selanjutnya. Dari
perspektif observation dan Evaluation to support, kita melihat bahwa
penerapan evaluasi kinerja pada kedua organisasi sangat berjalan dengan baik.
Ketersediaan tools pengukuran yang
tepat juga dapat memberikan input bagi kemajuan bisnis selanjutnya. Kosistensi
GE dalam menerapkan six sigma justru
melebihi pendahulunya Motorola, demikian juga apa yang diterapkan Steve di Apple, Steve sangat memahami apa yang menjadi criteria keberhasilan
dalam industry teknologi computer kedepannya. Dalam pertarungan yang kuat
dengan raksasa IMb dan Microsoft, Steve berhasil membawa Apple menjadi
perusahaan yang tetap disegani oleh pesaing-pesaingnya. Dari pespektif retain
and develop exceptional employees for
organizational success, baik Welch
dan steve memahami benar bahwa factor keunggulan bisnisnya sangat bergantung
pada kemampuan manusia. Bagaimana Steve memberikan peluang bagi Jef Raskin dan
Bill Atkinson dengan teknologi
maju seperti antarmuka pengguna grafis menggunakan mouse, object-oriented
programming dan kemampuan menggunakan network , Larry Tesler untuk
mengembangkan grafik-intensif dan icon friendly nya, serta Guy Kawasaki dengan
konsep pewarta Apple (Apple evangelist), menunjukkan pemahaman Steve yang
komprehensif tentang kekuatan teamnya.
Terlepas dari
keberhasilan-keberhasilan tersebut, banyak contoh kasus yang muncul yang belum
tentu dapat dengan mudah dipecahkan oleh anggota organisasinya sendiri seperti
contoh kasus dibawah ini;
Case Study :
Anda adalah seorang kepala unit bisnis pada satu anak
perusahaan yang bergerak dalam lingkup
produksi dan pemasaran Consumer Goods. Awal tahun ini anda menerima
sebuah penugasan yang tidak ringan yaitu membawa unit bisnis anda untuk
memperoleh profitability sehingga perusahaan anda kembali bisa meningkatkan
pangsa pasar produksinya. Penugasan ini sangat penting bagi anda untuk dasar
pertimbangan promosi anda sebagai seorang Direktur pada perusahaan induk.
Akhir-akhir ini unit bisnis anda menghadapi sebuah
problem yang berpengaruh pada kinerja keseluruhan, dimana kepala departemen di
bawah anda menyampaikan informasi yang berbeda-beda tentang sebuah persoalan
yang mereka hadapi secara bersama-sama. Unit bisnis anda mengalami penurunan
penjualan yang signifikan, dari menguasai pangsa pasar 12,5 % di tahun 2009 hingga menjadi
9,4 % di tahun 2010 dan kembali menurun menjadi 8,1 % di tahun 2011. Kondisi ini
telah menjadi sorotan di induk perusahaan anda mengingat hal ini telah terjadi
untuk tahun yang kedua. Berdasarkan laporan yang masuk dari Dept. Sales menganggap bahwa penjualan turun diakibatkan
oleh produk yang dibuat oleh bagian produksi susah untuk dipasarkan karena
memiliki kualitas yang sangat rendah, sehingga para sales sangat susah untuk
menjualnya. Disamping itu, dana yang dipergunakan untuk melakukan promosi tahun
lalu dikurangi dan mengalami penurunan dari 11,5 Milyar rupiah menjadi hanya
7,6 Milyar, sehingga promosi yang dilakukan kurang efektif untuk dapat menarik
konsumen. Hasil analisa ini serta merta disanggah oleh Departemen produksi,
mereka menganggap bahwa produksi telah dilakukan berdasarkan standar yang telah
dilakukan dan telah dicek oleh bagian Quality perusahaan. Bahkan bagian quality
telah mengeluarkan laporan tentang penurunan Defect per Unit (DPU) setiap
bulannya dari 0,7 menjadi 0,3, walaupun memang masih diakui ada problem
pada kemasan, tetapi bukanlah suatu yang signifikan. Departemen produksi justru
menganggap bahwa para sales kurang kreatif dalam memasarkan produknya dan
cenderung kurang agresif di bandingkan kompetitor lainnya. Dilain pihak bagian
promosi sendiri menganalisis bahwa produk yang dihasilkan tidak memiliki keunggulan
dibandingkan dengan kompetitor lainnya. Opini dan analisis dari bagian promosi
juga di sanggah oleh bagian Penelitian dan Pengembangan mengingat bahwa produk yang dibuat sudah
berdasarkan hasil penelitian pasar yang dilakukan Dept. marketing
sendiri.
Pada saat masalah ini terungkap anda segera mengadakan
pertemuan dengan kepala departemen yang terkait. Sebenarnya semua manajer telah
berusaha mengatasi masalah ini, tetapi tidak berhasil. Dalam diskusi yang
dilakukan oleh para manajer, anda telah berusaha menjadi pendengar dan tidak
memberikan saran dan komentar apapun, dan anda benar-benar menyimak apa yang
disampaikan oleh para manajer yaitu Manajer Produksi (MP), Manajer Sales (MS), Manajer Litbang (ML), serta Manajer Quality
(MQ)
Anda : berdasakan laporan finance, terlihat bahwa telah terjadi penurunan pendapatan (revenue)
perusahaan sebagai akibat merosotnya penjualan. Adakah yang bisa dilaporkan
oleh masing-masing manajer mengenai masalah ini.
MS : saya coba untuk menjelaskan mengenai produk yang kita jual
.Sales kita sudah berusaha sungguh-sungguh untuk melakukan penjualan, walaupun
dengan insentif yang terbatas mereka telah melakukan kreatifitas penjualan yang
menurut saya telah meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, sayapun sebagai
manajer penjualan telah memberikan target yang signifikan kepada para sales,
walaupun pencapaian baru 90 % dari target yang saya tentukan, namun target
tersebut saya rasa telah melampaui target dari tahun sebelumnya. Kita juga
menyadari bahwa tidak semua sales mencapai target yang maksimal seperti yang
kita harapkan, mengingat kurang lebih 40 % dari 70 salesman kita adalah orang
baru dan cenderung memiliki kompetensi yang kurang. Penempatan produk kita di
outlet-outlet penjualan dan cabang
kadangkala tidak teratur, dan berdasarkan pengamatan saya masih banyak
sales kita tidak mampu menjelaskan mengenai sisi teknis dari produk yang akan
dijual.. Kita tidak dapat melakukan promosi yang lebih baik , karena
keterbatasan dana promosi. Semua masalah tersebut juga semakin diperparah oleh
rendahnya kualitas barang yang kita produksi, banyak komplain yang masuk
sebagai akibat dari cepatnya kerusakan yang dialami oleh kendaraan yang kita
jual. Saya telah berusaha menjelaskan masalah ini ke kepala seksi Customer
complaint dan kepala seksi customer
complaint pun telah menghubungi manajer
quality dan bagian produksi, tetapi bagian produksi selalu merasa
berargumentasi bahwa produk yang dibuatnya telah memenuhi standard kualitas.
MP : Memang bahwa manajer sales telah menyampaikan keluhannya kepada kami, namun disayangkan bahwa keluhan tersebut
hanya terjadi hanya akhir-akhir tahun ini. Dua tahun lalu kami melakukan proses
produksi yang identik dengan saat ini, mengapa dua tahun lalu penjualan justru
bagus. Kami menganggap bahwa bagian sales hanya melakukan pembelaan diri karena
kegagalan melakukan penjualan. Kami telah berusaha menjaga kualitas produk
walaupun untuk itu kita sudah menurunkan Cycle Time dan tact time dari pekerja
kami dengan harapan pekerja lebih teliti untuk melakukan pekerjaan. Walaupun untuk hal ini kami terpaksa melemburkan karyawan
rata-rata 1 jam perharinya. Kami harapkan dengan bekerja lembur , pekerja
memperoleh pendapatan tambahan untuk menghidupi kebutuhannya, dan bisa fokus
kearah peningkatan kualitas. Memang ada pertanyaan dari karyawan kami yang
menganggap bahwa lebih enak menjadi karyawan sales , walaupun penjualan menurun
masih juga memiliki penghasilan yang lebih besar dari karyawan bagian produksi.
Tanpa disadari banyak karyawan di bagian
produksi tidak termotivasi untuk melakukan improvement terhadap pekerjaan
mereka. Secara standard kualitas produk, hasil kerja kami telah di cek oleh
bagian quality. Dan bagian quality pun telah merekomendasikan bahwa defect per
unit (DPU) sangat rendah, berkisar 0,3.
MS : Kami juga mengetahui bahwa telah dilakukan pengecekan oleh
bagian Quality, namun mengapa tingkat komplain tetap saja banyak. Berbagai
bentuk komplain dilakukan oleh konsumen keluhan terbesarnya adalah banyaknya
produk yang kita jual mengalami kerusakan
walaupun belum dipergunakan. Dan
berdasarkan statistik yang kami kumpulkan dari supervisor penjualan bahwa penyebab dominan karena bocornya kemasan. Apakah ini masalah design atau
produksi ataukah kesalahan handling, Mungkin yang lebih memahami adalah manajer
Litbang dan bagian produksi.
MQ : Walaupun jumlah inspektor kami terbatas, namun metode
yg kami pergunakan guna mengecek tingkat kesalahan merupakan
metode terbaru dengan tingkat akurasi 0,1. kami yakin dengan metode ini tingkat
kesalahan pengecekan oleh inspektor kami sangat kecil. Tidak banyak perusahaan
kompetitor telah menggunakan metode ini. Kami menyadari bahwa dengan jumlah
produksi yang cukup banyak perharinya, dan jumlah inspektor yang terbatas, kami
terpaksa menurunkan jumlah sample yang diteliti. Walaupun demikian dengan
kompetensi inspektor kami , penurunan sample ini tidak berdampak signifikan
pada kualitas produk yang kami teliti. Justru dengan desain produk terbaru yang
dikeluarkan kami bisa melakukan improvement terhadap proses kami. Disamping itu
kami merasakan bahwa laporan yang masuk ke kami pendataan tidak akurat,
mengingat petunjuk pengisian claim tidak dilengkapi oleh supervisor bagian
penjualan sehingga kami susah untuk melakukan analisa lebih lanjut.
ML : produk yg kami design dan dikeluarkan pada tahun 2006 merupakan
hasil riset pasar. Kami yakin bahwa kesalahan ataupun turunnya penjualan tidak
didasarkan pada kesalahan penelitian yang kami lakukan. Dari hasil penelitian
terlihat bahwa hampir sebagian besar komsumen kita sangat menyukai produk kita.
Kelemahan dasar dari konsumen kita adalah jarang membaca petunjuk yang kita
terbitkan. Satu tahun terakhir ini kita telah menjual produk baru yang disertai
oleh kertas petunjuk yang lebih mudah dibaca. Disamping itu kita juga mendapatkan
bukti bahwa kompetitor kita selalu menganggap bahwa produk kita memiliki daya
saing jual yang lebih baik daripada produk mereka. Kami telah melakukan uji
teknis yg melibatkan bagian quality dan produksi, dan menurut kami bahwa produk
yang kami kembangkan sudah memenuhi selera pasar, dan prinsipal kita telah
memberikan penghargaan terhadap kinerja bagian litbang.
Setelah
mendengarkan berbagai macam laporan, menjadi kewajiban anda untuk menarik
resume dari problem ini, Untuk itu diharapkan anda mampu merumuskan hal apa
yang menjadi dasar penyebab utama (root cause) dan saran-saran apa yang akan
anda terapkan dalam penentuan perencanaan dan target kinerja pada tahun 2009
ini sehingga harapan dari pimpinan perusahaan induk untuk meningkatkan porsi
pangsa pasar untuk tahun 2009 dapat dengan mudah dilaksanakan
Apakah anda bisa membantu memecahkannya ? Walaupun penulis memilki
jawaban terhadap case ini, penulis rasa masing-masing pembaca dapat memiliki
argumentasi untuk mencari solusi terhadap persoalan tersebut.
Kesalahan dalam pengelolaan kinerja.
Secara
mendasar pengelolaan kinerja mencakup tiga aktivitas utama yaitu; setting expectation of
performance, managing performance dan recognizing performance. Setting expectation of performance
meliputi segala aktivitas yang berkaitan dengan upaya me-link-kan
rencana-rencana kinerja dengan strategy bisnis yang terintegrasi didalam
organisasi melalui upaya mengaitkan rencana bisnis korporasi dengan strategi
korporasi secara menyeluruh. Oleh karena itu semua fortofolio bisnis termasuk
didalamnya company objectives harus
dapat di turunkan menjadi rencana kinerja individu. Dalam konteks ini,
masing-masing elemen baik itu korporasi, kelompok atau individu akan memiliki
peran yang berbeda. Korporasi berperan menterjemahkan system dan strategi
perusahaan kedalam ukuran-ukuran yang mudah dipahami oleh elemen organisasi
yang lain. Disamping itu korporasi berperan untuk mesetting sasaran dan tujuan
organisasional serta mengkomunikasikan kepada elemen dibawahnya. Peran kelompok
pada dasarnya hamper mirip dengan peran korporasi, tentunya dalam lingkup yang
lebih kecil dan sederhana. Peran individu dalam hal ini adalah menerjemahkan
strategi kelompok dan organisasi menjadi action plan individu serta menyiapkan
rencana-rencana pengembangannya.
Managing Performance meliputi
segala aktivitas yang berkaitan dengan mengelola penerapan strategi dalam
aktivitas operasional perusahaan. Masing-masing elemen juga memiliki peran yang berbeda dalam konteks
ini, Korporasi berperan untuk melakukan penelusuran hasil kinerja baik individu
maupun kelompok melalui proses review yang konsisten serta memberikan feedback
atas temuan-temuan kinerjanya. Peran kelompok disamping identik dengan peran
korporasi dalam lingkup yang lebih kecil, juga berperan dalam menganalisa
keberhasilan-keberhasilan kinerja kelompok serta menuangkan ke langkah
perbaikan lebih lanjut. Sedangkan peran individu dalam mengelola kinerja lebih
bertumpu agar implementasi kinerja dapat terkontrol dan sesuai dengan apa yang
direncanakan serta selalu mengukur tingkat keberhasilan pencapaian KPI nya dan
menemukan solusi-solusi guna pencapain kinerja pada tahap selanjutnya.
Recognizing
Performance, meliputi segala aktivitas yang merupakan tindak lanjut hasil
review kinerja. Setiap elemen tentunya memiliki harapan yang terukur terhadap
proses kinerja yang dijalankan, yang pada umumnya mengacu pada hal yang identik
dengan tujuan organisasi bisnis dimanapun yaitu menciptakan profitability dan juga growth. Pentingnya pengakuan terhadap
kinerja menjadi pemicu keberhasilan kinerja tahap lanjutan.
Kesalahan
pengelolaan kinerja pada umumnya disebabkan oleh kesalahan didalam menjalankan
peran masing-masing di dalam tiga aktivitas utama tersebut. Oleh karenanya
organisasi harus bisa menjamin semua peran dapat berjalan sesuai dengan
porsinya. Upaya yang dapat dilakukan oleh semua elemn organisasi adalah dengan
menciptakan system dan prosedur yang bisa dijadikan pedoman bagi setiap elemen
dalam menjalankan perannya tersebut.
Disamping
oleh adanya kesalahan peran, kesalahan pengelolaan kinerja juga disebakan oleh
tiadanya Visi yang men-challenge setiap elemen organisasi untuk selalu melakukan
terobosan dalam rangka peningkatan kinerja. Blumenthal dalam “Field Guide to Consulting and Organizational
Development (2003) menyebutkan bahwa
peningkatan kinerja sangat dipengaruhi oleh satu atau lebih factor yaitu : Pertama,
Organizational stability meliputi
kemampuan organisasi menjalankan layanannya secara konsisten dan keberlangsungan
organisasi ditengah segala macam bentuk perubahan. Konsistensi sangat
dibutuhkan oleh organisasi untuk menjaga pertumbuhan dapat berjalan secara
ajeg. Ketidakkonsistenan akan berdampak pada munculnya ‘kebingungan”, dan
akhirnya membuat organisasi kehilangan arah. Banyak organisasi bisnis tidak memiliki
visi yang jelas, dan kalaupun memiliki visi, visi tersebut tidak dipahami oleh
elemen organisasi secara menyeluruh, dan bahkan kadangkala visi hanya menjadi
sebuah hiasan tanpa makna. Kedua, Financial stability khususnya kemampuan untuk bertahan dalam jangka
pendek. Sebagai sebuah gambaran sederhana, bila organisasi tidak mampu
melakukan pembayaran tagihan-tagihan yang sifatnya berjangka pendek, maka akan
akan membebani proses keberlangsungan kinerja jangka panjang, oleh karenanya
setiap organisasi harus dapat mengelola cashflownya secara terukur dan
merviewnya sebagai bagian dari aktivitas pernerapans tartegi dibidang financial.
Ketiga,
hal yang sering diabaikan adalah Program
quality, berupa indicator-indikator
dampak termasuk didalamnya penelitian yg memadai mengenai efektivitas program2
yang dijalankan serta hasil dari penerapan system manajemen. Tidak bisa
dipungkiri banyak eksekutif terjebak pada permainan tools dan strategy yang
kadangkala perumusannya memerlukan expense financial yang besar, tanpa pernah melakukan
review secara mendalam terhadap efektivitasnya. Program ISO yang pada awalnya
secara antusias dijalankan, lambat laun dijalankan hanya untuk memenuhi
persyaratan-persyaratan administrative perusahaan. ; keempat, organizational Growth, meliputi
kemampuan mendapatkan sumberdaya dan menyiapkan layanan yang lebih baik.
Problem ini merupakan problem klasik yang dirasakan oleh setiap perusahaan,
kegagalan dalam memobilisasi sumber daya juga menjadi salah satu indikator apakah
perusahaan akan survive dalam menjalankan bisnisnya. Memobilisasi sumber daya
juga membutuhkan strategi yang baik dan waktu yang tepat. Oleh karenanya,
eksekutif dan elemen-elemen manajerial harus mampu menciptakan cara bagaimana
dapat memobilisasi sumberdaya secara efektif dan efisien.
Kembali ke
pencapaian kinerja, tentunya setiap perusahaan memiliki cara dan alat yang
berbeda dalam melakukan pengukuran terhadap kinerja perusahaan, ada yang
menggunakan six sigma, ada yang menggunakan balance
scorecard, ada yang menggunakan 7S dll. Terlepas dari itu, apapun tools yang digunakan, apabila manajemen
tidak secara konsisten melakukan review
dan memberikan feedback terhadap hasilnya,
akan menyebabkan rencana-rencana kinerja tidak akan menjadi sesuatu yang
bermanfaat dalam konteks pencapain kinerja organisasi secara menyeluruh.